Indonesia adalah Negara dengan berbagai macam corak di dalmnya sebagai karakteristik identitas nasional. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat kita lihat dari berbagai macam latar agama yang berkembang subur dan saling terintegrasi dalam perbedaan dengan karakteristik nasional yaitu saling menghargai dan menghormati. Meskipun begitu tidak dapat dikatakan juga bahwa kondisi tersebut benar adanya di dalam bangsa Indonesia sendiri. Adanya ruang singgung langsung antar agama telah menjadi bahan permasalahan sejak dulu kala. Isu-isu yang menyangkut masalah agama selalu saja merupaka isu yang sensitive apalagi ketika dua atau lebih agama saling bersinggungan.

Untungnya Negara Indonesia, Negara yang kita cintai ini melindungi segenap bangsa dengan berbagai latar agama dalam satu jaminan besar yang tertuang pada sila awal Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Fenomena pluralism agama, sekulerisme ataupun liberalism agama teratasi pada sila pertama Garuda Indonesia. Budaya toleransilah yang harus kita pelihara dengan baik sebagai bagian dari kebudayaan Nusantara dan tentunya harus dibarengi dengan apresiasi yang nyata. Akhirnya bukan hanya kerukunan antar umat beragama yang kita dapatkan tapi kedamaian pribadi bagi tiap pemeluk agama. Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam pasal 29 AYAT 2 uud 1945, yang berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu”.

Ayat tersebutpun lebih menegaskan akan pentingnya menjaga rasa hormat terhadap perbedaan apalagi diketahui Indonesia mengakui 5 jenis kepercayaan agama yang tentunya adalah corak menonjol bagi identitas bangsa.

Pentingya menjaga amanat sila pertama ini bukan hanya merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara, sebab sila awal Pancasila ini merupakan gagasan yang bersifat universal dan wajib kita amalkan di luar Negara dan dimanapun kita berada. Universalitas ini adalah amanat untuk seluruh umat manusia dari Sang Tunggal melalui Garuda Pancasila yang bias diterima oleh siapa saja meskipun dia bukan warga Negara Indonesia.

Sejarah mencatat dunia pernah mengalami kekacauan (chaos) akibat sikap intoleransi antar kepercayaan. Salah satu contoh besarnya adalah peristiwa Perang Salib atau Perang Sabil menurut bangsa Timur. Perang ini menyebabkan semakin retaknya sikap menghargai antar kepercayaan pada masa itu, kendati kedua pihak yang saling berperang adalah berasal dari founding father yang sama sebagai agama monoteistik. Walaupun tali-tali pengertian akhirnya telah mengikat merekat kembali dan manusiapun telah mengambil banyak kebijaksanaan dari sejarah dalam hal toleransi, tapi menurut saya itu belum cukup. Benar apa kata Karen Armstrong bahwa hubungan lintas agama tidaklah cukup dengan saling memahami namun perlu adanya apresiasi nyata untuk terwujudnya satu keharmonisan yang menguatkan perbedaan dalam persatuan dan Indonesia telah menjawab itu melalui sila awal dari dasar Negara, dasar Negara Indonesia Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Lalu apabila ada isu sensitive mengenai agama merebak apa yang harus kita sandarkan untuk menjaga keharmonisan ini? Kita tau bagaimana cara menjawab dan menyelesaikan.Dengan adanya jaminan filosofis dari landasan Pancasila dan jaminan kontitusional dari UUD 1945, maka kedamaian, kerukunan, toleransi dan juga apresiasi antar umat beragama terjawab oleh bangsa kita.