Para remaja sebenarnya mempunyai
potensi menulis. Mereka sering mencurahkan isi hatinya ke dalam buku harian
(diary), meski mereka banyak yang belum mengetahui teori menulis tapi ternyata
karya mereka bagus. Malahan ini terjadi karena mereka menulis secara spontan,
murni dan tulus sehingga proses menulis yang mereka alami mengalir dengan
murni. Sebenarnya kaum remaja adalah penulis alami yang polos. Mereka sering
menulis berbagai ide segar.
Tetapi, setelah dewasa, sesuatu
terjadi pada diri mereka. Alirana kreativitas ilmiah yang mengalir di fikiran
mereka yang bebas terkekang oleh gagasan-gagasan yang kaku dan formal. Kita,
yang telah mengalami kedewasaan cenderung terhenti di jalan buntu ketika
menulis karena terperangkap di ruangan penuh sekat yang lahir dari proses
kedewasaan yang melunturkan daya imajinasi kita.
Menurut Bobbi DePorter dan Mike
Hernacky (1999), system pengajaran formal dan pelajaran menulis pada umumnya
tidak berjalan dengan baik karena hanya melibatkan belahan otak kiri semata.
Imajinasi lalu tidak berkembang. Para murid yang ingin menjadi penulis tidak
mampu membuat perencanaan dan outline. Mereka tidak mampu menguasai tata bahasa
dan tanda baca serta tidak tahu soal struktur tulisan dan teknik penyuntingan.
Menulis seharusnya merupakan
aktivitas yang melibatkan seluruh belahan otak secara bervariasi. Dan, belahan
otak kanan harus diberi peran yang maksimal. Belahan otak kanan adalah tempat
munculnya gairah, emosi, dan gagasan baru.
0 Komentar