Kebijakan 2 anak dalam satu
keluarga adalah kebijakan yang lahir dari ketegasan pemerintah akibat dari
lonjakan penduduk yang terjadi dalam negara ini. Kita mengetahui bahwa
Indonesia termasuk negara ketujuh dengan populasi terbanyak di dunia. Pada
Maret 2012 lalu data menunjukan bahwa jumlah populasi masyarakat dengan tingkat
menengah di bawah tercatat 29,13 juta orang yang sangat memprihatinkan
kemaslahatan umum sebab jumlah kelahiran melonjak lebih banyak pada masyarakat
menengah lebawah di banding masyarakat dengan level menengah dan menengah ke
atas yang berakibat menganggu stabilitas ekonomi negara. Di sisi lain saya
merasa kurang setuju dengan kebijakan ini sebab anak adalah anugrah dari Tuhan
yang tak bisa kita tolak. Berangkat dari kegalauan ini saya mencurahkan
pemikiran saya mengenai judul ini.
Sebelumnya, definisi policy 2
anak dalam satu keluarga atau yang lebih kita kenal dengan program KB tercantum
di UU No 10 Tahun 1992 yang tertulis : upaya peningkatan kepedulian masyarakat
dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Dalam artian bahwa
tujuan program KB sebenarnya adalah tujuan yang luhur. Bagaimanapun ketika kita
ingin mewujudkan kemaslahatan di tanah air ini maka kita telah memiliki tujuan
yang mulia. Tapi memiliki anak yang banyak juga merupakan suatu berkah yang
mulia juga bagi orang tua manapun yang menjalankan kodratnya untuk
berketurunan.
ANTARA PRO DAN KONTRA
Saya menyetujui adanya policy 2
anak dalam satu keluarga dengan tujuan untuk menghambat lonjakan jumlah
penduduk. Dengan jumlah penduduk miskin yangmasih begitu besar dan kesadaran
untuk mengontrol jumlah anak begitu rendah berimplikasi terhadap kelahiran
anak-anak miskin yang lebih banyak yang lalu berimplikasi juga kepada tingkat
kesejahteraan masyarakat umum. Dengan lonjakan penduduk yang begitu besar mempersempit
lapangan pekerjaan, lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang, semakin
besarnya limbah dan polusi yang bersal dari industro, peternakan, pabrik,
perusahaan, dll.
Penggerakan dan informasi BKKBN
menunjukan bahwa 3,5 sampai 4 juta bayi lahir tiap tahunnya yang artinya setara
dengan jumlah populasi masyarakat Singapura. Hal ini sangat memprihatinkan
karena belum siapnya (bahkan tak akan pernah siap) menangani angka pangangguran
yang begitu besar. Sehingga berangkat dari pemahaman bahwa Indonesia masih
tergolong negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang sangat tinggi, saya
menyepakati kebijakan dua anak dalam satu keluarga ini.
Di samping itu, saya meragukan
kebijakan ini merupakan kebijakan yang tepat ataukah tidak. Karena dengan
mengintervensi hak dari keluarga untuk mebuat keturunan sebanyak-banyaknya
merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak kemanusiaan yang tercantum dalam hak
underogable of human right yang artinya adalah hak-hak yang tak dapat
dikurangi. Dengan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini, maka pemerintah telah
menghianati landasan filosofis Indonesia yaitu Pancasila pada sila ke dua yang
mengandung nilai kemanusiaan yang beradab.
Belajar dari negara Cina yang
juga menerapkan kontrol kelahiran yaitu dengan penerapan 1 anak dalam keluarga
terbukti telah menciderai nilai kemanusiaan pada negara itu. Akibat tekanan
pemerintah yang begitu ketat terhadap angka kelahiran, akhirnya pemerintah Cina
melegalkan praktek aborsi. Isu ini lalu berkembang dengan adanya berita bahwa
salah satu tempat makan di Cina menjual sup bayi aborsi. Pada awal tahun ini
isu kependudukan lebih memanas karena seorang pejabat pemerintah Cina memaksa
seorang ibu di barat laut Provinsi Shaanxi untuk menggugurkan bayinya yang
sudah berumur 7 bulan.
Mengenai isu kemiskinan, Karl
Marx mengatakan bahwa kemiskinan terjadi bukan karena ledakan penduduk tetapi
praktik kapitalisme yang dilakukan oleh para kaum borjuis terhadap
masyarakat-masyarakat kecil. Karl Marx juga berpendapat bahwa angka kemiskinan
naik karena tenaga-tenaga manusia mulai digantikan dengan teknologi.
Secara subjektif, saya mengakui
bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang mulia, tapi disisi lain rasa
kemanusiaan saya bergejolak disamping keprihatinan ini. Sebagai pemerhati
kesejahteraan bangsa, saya mencurahkan hati.
0 Komentar