Pernahkah terfikir oleh kita
bagaimana jadinya dunia tanpa adanya nabi? Dalam perspektif saya, tanpa adanya
nabi maka yang ada hanyalah kekacauan dan kehancuran. Pernahkah terfikir oleh
kita bagaiamana jadinya bila kebebasan seseorang itu tidak terikat dengan
kebebasan orang lain, kita bisa berkehendak seperti hewan karena apalagi yang
membedakan manusia dengan hewan selain akal yang terarah. Nabi pun diutus ke
Bumi untuk membatasi kemerdekaan mutlak itu, dengan kehadiran Nabi maka
kekacauan terjerat oleh aturan-aturan langit yang telah terlupakan oleh
manusia. Sehingga kehadiran Nabi mengembalikan kebaikan yang pada hakekatnya
adalah kodrat manusia.
Nabi adalah representasi Tuhan
untuk manusia di muka bumi ini. Tuhan mengirimkan manusia untuk menghidupkan
ajaranNya agar bahasanya bisa dimengerti oleh manusia. Karena tidak mungkin
Tuhan menjadikan Nabi manusia dari golongan jin dan lebih tidak mungkin juga
Tuhan turun langsung untuk menyampaikan ajaranNya. Permasalahan yang akan
timbul adalah bagaimana nantinya kita akan berkomunikasi. Tanpa adanya cara
berkomunikasi yang sama maka kita tidak akan bisa menerima apa yang diinginkan oleh Tuhan.
Dalam kajian mengenai kenabian ada
beberapa nabi yang mempunyai tugas khusus yaitu menerima kitab suci sebagai
bahan pedoman bagi seluruh manusia. Nabi-nabi yang mempunyai tugas khusus ini
bergelar ulul-azmi yaitu nabi yang mempunyai kriteria tertentu yang membuat
tugas mereka lebih istimewa disbanding nabi lain. Mereka disebut istimewa
karena keempat kitab suci agama samawi/agama langit diterima oleh mereka. Nabi Daud menerima
kitab Zabur, Nabi Musa menerima kitab Taurat, Nabi Isa menerima kitab Injil dan
kitab terakhir diterima oleh nabi Muhammad s.a.w. sekaligus sebagai penutup
kenabian.
Dalam perjalanannya, kitab suci ini
telah terdistorsi oleh zaman. Bukan karena ajarannya yang semakin tidak relevan
dengan kebutuhan zaman tersebut tapi karena manusianya yang senantiasa mencoba
untuk merubah, mengganti dan bahkan menghilangkan esensi dari kitab suci itu
sendiri. Akhirnya sebagi jaminan akhir terhadap petunjuk Tuhan dimuka bumi maka
diturunkanlah Al-Quran yang dibawa oleh nabi Muhammad s.a.w. sebagai kitab
pedoman yang dijamin orisinalitasnya hingga akhir zaman oleh Tuhan.
Sebagai penutup zaman kenabian,
nabi Muhammad s.a.w. mewriskan bekal bagi umat-umatnya agar senantiasa selamat
dan memahami “tiang” apa yang harusnya kita pegang di tengah kemelut dunia yang
semakin gelap setelah ditinggalkan oleh beliau. Meskipun begitu, ternyata sejak
peninggalan baginda Rasulullah s.a.w. masyarakat Arab sempat mengalami
kebingungan dan kekacauan hebat sebab representasi Tuhan di muka bumi ini telah
usai. Al-Quran sebagai warisan utama baginda Rasulullah s.a.w. adalah garansi
satu-satunya dimuka bumi yang harus kita jadikan acuan sebagai pedoman hidup di
dunia maupun nanti di alam ukhrawi. Al-Quran adalah produk Tuhan sehingga
ajaran-ajaran yang terdapat di dalam isinya pasti dapat diuji rasionalitasnya
dan tak mungkin saling bertentangan karena kehendak Tuhan pasti sempurna.
Sehingga memahami Al-Quran berarti merasionalisasikan kehidupan yang sebenarnya
yaitu kehidupan yang dikehendaki Tuhan.
Ketika meninjau kembali definisi
nabi yaitu representasi Tuhan di muka bumi maka dapatlah diinterpretasikan
bahwa nabi batin manusia adalah akal. Sebab dengan akal kita bisa
merasionalisasikan ajaran-ajaranNya yang terkandung dalam Al-Quran. Memang
zaman kenabian telah ditutup oleh baginda Rasulullah s.a.w. tapi secara
batiniah, akal kita melanjutkan tugas nabi yaitu senantiasa merepresentasikan
ajaaranNya melalui pedoman kitab suci Al-Quran . Sehingga tugas nabi sebenarnya belum habis.
Tugas kenabian adalah warisan tanpa henti yang harus kita laksanakan hingga
hari dimana sang pembawa kabar gembira, sang messiah, sang juru selamat atau
sang manusia super-power menurut nietzche kelak hadir menandai kedatangan akhir
zaman sekaligus mengisyaratkan akhir dari tugas nabi.
Salam !
0 Komentar