Setelah sebelumnya saya pernah membahas tentang instrument-instrumen pengetahuan, pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang sumber darimana kita menggali pengetahuan tersebut,

Alam Semesta Sebagai Sumber Pengetahuan
Alam semesta adalah salah satu pokok bahasan dalam sumber pengetahuan ini. Alam semesta adalah ruang yang sangat luas dan besar. Melalui alam semestalah inderawi kita menangkap gambaran tentang alam.  Sumber inilah yang akhirnya secara tunggal dipakai oleh para penganut paham materialisme. Menurut mereka, pengetahuan adalah hasil copas dari alam semesta. Tetapi pada akhirnya, karena memang alam semesta masih terbatas untuk kita eksplorasi, kitapun terdampar di bibir jurang keragu-raguan.

Rasio dan Hati
Rasio dan hati selain sebagai instrument untuk mencerap pengetahuan juga merupakan sumber dari pengetahuan itu sendiri. Saya akan mulai dengan rasio terlebih dahulu dengan mengutip ungkapan Rene Descrates : “cognito ergo sum” yang artinya aku berfikir maka aku ada. Rasio bagi beberapa filsuf merupakan instrument inti untuk mendapatkan pengetahuan sedangkan panca indera hanyalah pintu gerbang untuk masuknya pengalaman dan informasi luar yang nantinya diolah oleh rasio. Dalam konteks sumber pengetahuan, saya menginterpretasikan ungkapan descrates itu bahwa eksistensi adalah hasil dari proses berfikir. Contohnya apabila ada seorang yang lahir dimuka Bumi dengan keadaan buta, tuli, dan bisu, lalu bagaimanakah caranya membentuk persepsi terhadap dunia ? Dalam permasalahan ini rasiolah yang menuntun orang tersebut untuk menyusun persepsi tentang dunia.

Hati adalah salah satu sumber pengetahuan sekaligus instrument dari pengetahuan seperti halnya rasio. Hati merupakan pelengkap instrument pengetahuan yang tercantum dengan jelas dalam surah an-Nahl ayat 78 : “…Dan Kami berikan hati agar kamu bersyukur.” Dalam artian bahwa tanpa adanya hati kita tidak akan pernah bisa memaknai sifat-sifat lahiriyah manusia. Selanjutnya sebagai sumber dari pengetahuan yang bersifat maknawiyah ketimbang lahiriah seperti produk dari panca indera dan rasio, inilah yang lalu digunakan oleh para sufistik dan mistisme  sebagai alat  “penyucian jiwa” (tazkiyah an-nafs).
Relevansi antara Maknawiyah dan Lahiriyah
Dalam perjalanan panjang selama manusia hidup dan beragama, kedua variable ini terkesan seperti jarang hidup berdampingan. Karena dalam pembahasan mengenai agama  seakan-akan maknawiyah tidak membutuhkan rasio dan sebaliknya dan dalam pembahasan ilmiah, rasio seakan-akan mematikan hati. Padahal tidaklah demikian. Dalam Islam, hal-hal yang bersifat maknawiyah dan lahiriyah sebenarnya hidup berdampingan dan tidak saling berkontradiksi. Memecah mitos bahwasanya rasio dan hati tidak dapat dipertemukan marilah kita membaca QS Ali-Imran : 190-191 yang mencerahkan kegelapan fikiran kita bahwa sebenarnya melalui rasiolah kita bersyukur dan melalui hatilah kita merasionalisasikan penciptaan.

Sejarah, Sumber Lain Pengethuan
Menurut Iqbal Lahore , sumber lain dari pengetahuan adalahadalah sejarah. Dalam bukunya Ihya-en Fikri Dini (Menghidupkan Pemikiran Agama). Iqbal Lahore adalah orang yang pertamakali mengusung sejarah sebagai salah satu sumber dari epistemology.

Sejarah merupakan segala peristiwa dan sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Sejarah sebagai sumber dari pengetahuan bukan hanya member infomasi tentang fakta masa lalu umat manusia tapi juga menjadi proyeksi terhadap kemungkinan hari ini dan masa depan. Dalam perjalanannya, banyak yang mempertanyakan bagaimana sudut pandang yang digunakan ketika mengkaji sejarah dan alam semesta sebagai dua bentuk sumber pengetahuan yang berbeda. Dalam kajian sosiologi, kita mengenal adanya suatu bentuk observasi terhadap objek yang bergerak maupun objek dalam keadaan diam. Sejarah  membantu sosiologi untuk melakukan observasi terhadap peristiwa masa lalu tentang objek yang bergerak maupun tidak bergerak serta relevansinya terhadap hari ini.Sehingga melalui sejarahlah sosiologi mendapatkan gambaran tentang budaya suatu masyarakat dari zaman ke zaman.

Al-Qur’an mengakui bahwasanya sejarah merupakan sumber dari pengetahuan yang tercantum dalam berbagai ayat al-Quran ( QS al-An’am :11, an-Naml : 69, al-Ankabut : 20, dan ar-Rum: 42). Diantaranya adalah:
Katakanlah : “Berjalanlah di muka Bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”. (QS al-An’am : 11)

Dalam mempelajari epistemology, telah kita uraikan bersama-sama tentang instrument maupun sumber dari pengetahuan yang tentunya tak lepas dari petunjuk teks-teks suci Al-Quran. Dalam epistemology Islam, al-Quran tidak menghendaki adanya penggalian pengetahuan secara sepihak dalam artian untuk mencerap ilmu pengetahuan dari sumber-sumber yang telah dijabarkan perlu adanya penggunaan instrument secara keseluruhan karena pada adasarnya dari sumber pengetahuan yang satu berhubungan dengan sumber pengetahuan yang lain. Al-Quran bermaksud agar manusia tidak memetik ilmu secara setengah-setengah agar tidak mengalam kesesatan dalam memahami tujuan eksistensi dan esensi dari segala hasil penciptaan.

Salam !