Pada era yang telh jauh berlalu
dari awal penciptaan ini, telah terjadi berbagai rekayasa social di berbagai
wilayah di Bumi. Rekayasa sosial diartikan sebagai campur tangan sebuah gerakan
social dengan visi ideal tertentu (ideology) yang sebenarnya ditujukan untuk
suatu perubahan social. Pada rekayasa sosial, awalnya terdapat suatu masalah sebagai objek
yang potensial untuk diselesaikan. Masalah yang dimaksud adalah berupa
ketegangan yang kemudian menimbulkan chaos (kekacauan). Seperti kemunculan
kapitalis-kapitalis cokelat yang hanya mementingkan kepentingan individu tanpa
menghiraukan realitas social. Berangkat dari permasalahan yang seperti inilah
kemudian datang sebuah energy, sebuah visi yang ideal, sebuah ideology yang
menuntut perlibatan sentiment sehingga terjadilah rekayasa social.
Dapat kita analisis bahwa tujuan
rekayasa social adalah untuk mengubah perilaku individu dan mengubah tatanan
social. Rekayasa social tentunya tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan dan
untuk melakukan perubahan dalam skala besar kita harus melakukan perubahan dari
unsur yang paling kecil (individu) ke unsur yang lebih besar (tatanan social).
Kemerdekaan Indonesia bukanlah kemerdekaan yang datang dengan sendirinya,
tentunya ini membutuhkan proses yang panjang dan perjuangan yang tak
putus-putus demi sampainya Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaannya,
meninggalkan kehidupan yang martabatnya diinjak-injak melalui penjajahan.
Inilah yang dimaksud dengan rekayasa sosial yaitu sebuah proses perubahan taraf
hidup sosial dalam skala yang besar.
Meskipun begitu tujuan rekayasa
social tidak selalu tentang mempertinggi martabat dan kualitas hidup umat
manusia. Rekayasa social tidak selalu tentang mengalahkan borjuis, mengkudeta
dictator dan menghancurkan kapitalisme. Walaupun pada awalnya tujuan rekayasa
social untuk arah yang positif tapi pada perjalanannya melenceng ke tujuan yang
buruk. Misalnya Revolusi Industri di
Perancis pada sekitar abad ke 18 yang merupakan era baru bagi kelahiran
monster-monster industry dan degradasi kesejahteraan buruh secara besar-besaran.
Contoh lainnya adalah, sesuai dengan teori kekuasaan yang dianut oleh
Machiaveli bahwa untuk melegitimasi kekuasaan mutlak maka seorang raja harus
melakukan rekayasa sosial dengan metode yang kejam dan jahat karena menurut
Machiaveli sendiri rasa takut dan terror yang dibangun oleh raja merupakan garansi
utama yang menjaga posisi seorang penguasa tetap berada di kursi yang aman.
Dalam rekayasa sosial, tidak
akan terjadi suatu perubahan tanpa adanya unsure-unsur penting seperti
ideology, masyarakat, dan media massa sebagai pembentuk opini public. Seperti
rekayasa sosial yang dilakukan Amerika pada Iran tahun 1965 hingga 1975 yang
pada saat itu dengan motif mengeksploitasi minyak di bawah kekuasaan Presiden
Shah Pahlevi, Amerika Serikat menggunakan media
massa sebagai pembentuk opini public yang lalu mempengaruhi paradigma
berfikir masyarakat sehingga kepentingan yang Amerika Serikat tanam dapat berhasil dengan
mulus.
Rekayasa sosial dengan
unsur-unsur tersebut secara tidak langsung juga membutuhkan unsure-unsur lain
seperti informasi, metodologi dan agensi sebagai unsure yag saling melengkapi.
Amerika Serikat membutuhkan informasi tentang Iran agar mengetahui metode
rekayasa sosial seperti apa yang akan digunakan dan setelah itu Amerika Serikat
mengirimkan agen-agen rekayasa sosial untuk memasukkan ideology mereka.
Di Indonesia sendiri, dalam
peristiwa perubahan sosial yang terjadi pada ujung masa orde baru, ideology,
masyarakat, dan media massa sangat membutuhkan agensi, informasi, dan
metodologi sebagai unsur-unsur yang saling melengkapi demi membuka lembaran
reformasi. Mahasiswa sebagai agent of changes membutuhkan ideology guna
memperkokoh mental dan hati. Mereka juga membutuhkan informasi untuk
menyempurnakan kontruksi teori sehingga menemukan metodologi yang tepat sebagai
strategi perang mereka. Dan demi masyarakat, akhirnya mahasiswa memerdekakan
pers dari cengkeraman orde baru sehingga tersingkaplah fakta-fakta yang sengaja
dikubur pada era itu.
Permasalahan yang terjadi
sekarang adalah, aksi-aksi sosial mulai meninggalkan aksi ubtelektual yang pada
dasarnya merupakan satu paket dari upaya rekayasa sosial. Agen-agen yang turun
kejalan akibatnya kurang memahami penyebab masalah sosial dan tidak mengerti
inti masalah yang dikhawatirkan. Sehingga anarkisme tidak terbendung lagi, lalu
target utama dari aksi sosial yang sesungguhnya tidak tercapai. Masyarakatpun
memandang sebelah mata tanpa menghargai tujuan sosial yang sebenarnya bahwa
agen-agen yang turun kejalan berupaya untuk menyalurkan aspirasi dan keresahan
masyarakat. Dalam hal ini, tidak terjadi integrasi yang tepat antara agent of
changes dan masyarakat sebagai subjek sosial.
Dalam organisasi yang lebih
terstruktur, yaitu partai politik. Rekayasa sosial merupakan tugas yang harus
dilakukan secara konsisten dan militant. Karena selama masyarakat ada, maka
kewajiban partai politik adalah menyerap aspirasi masyarakat kepada petunggi
Negara yang lalu berkewajiban mengupayakan kesejahteraan sosial. Namun pada
prosesnya, bukan rahasia umum lagi bahwa partai politik sering mengeyampingkan
kepentingan masyarakat demi kepentingan pribadi, maka untuk itu mahasiswa harus
ikut berperan sebagai social control atas social engineering yang tengah
terjadi sehingga tujuan Indonesia yang tercantum dalam alinea ke empat
Pembukaan UUD 1945 insya Allah akan tercapai.
Salam !
0 Komentar