Manusia sebagai individu
merupakan pokok dari pembahasan yang akan saya uraikan nantinya. Merupakan
suatu pertanyaan yang mendasar yaitu: “Apakah manusia?”. Aristoteles mengatakan
bahwa manusia adalah binatang yang berfikir dan konsekuensi dari berfikir adalah
dapat melakukan sesuatu secara nyata maupun abstrak yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
dari hasil manusia tepatnya disebut dengan perbuatan yang tidak disengaja
dikarenakan terlepas dari proses berpikir manusia. Sebagai binatang yang
berfikir, yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal. Kalopun ada yang
mengatakan bahwa lumba-lumba yang pintar atau anjing yang dilatih mempunyai
kemampuat berpikir pada otak mereka itu salah, karena tidak lebih dari naluri
atau insting hewaniah. Apabila ada yang masih berpegang teguh terhadap
perbedaan antara kedua spesia yang berbeda dalam satu genus ini marilah kita
bandingkan: Apakah hewan berpakaian? Apakah hewan tahu rmoral? Apakah hewan
membuat suatu karya? Tentu saja tidak sebab semua yang diatas adalah hasil dari
proses akal budi manusia.
Sebagai zoon of politicon
menurut Aristoteles, manusia senantiasa membutuhkan manusia lainnya untuk
menjaga identitas dan eksistensi mereka. Seperti halnya Adam yang mengeluh
kesepian sebelum Hawa diciptakan dari tulang rusuknya. Karena antara manusia
satu dan lainlah kemudian timbul rasa saling ketergantungan yang menciptakan
ikatan batin maupun fisk baik secara tidak langsung dan langsung. Selanjutnya
terjadilah suatu kelompok manusia yang memiliki suatu ciri khas yang mempunyai
pola tindakan dan preilaku yang sama disebut masyarakat.
Sebagai mahluk yang berfikir,
karakter daar manusia selain saling membutuhkan juga saling berkonflik. Sebab manusia sebagai mahluk yang bersifat materi memiliki
konsekuensi yaitu saling berbenturan dengan materi lain. Dalam perspektif
sosial-politiok, konsepsi ini disebut dengan paham realismne yang menempatkan
manusia dalam keadaan yang selalu gelisah dan khawatir akan eksistensinya
sehingga memicu untuk bersaing dengan yang lain. Realisme berfokus pada sifat
dasar manusia yang egois yaitu lebih mementingkan diri sendiri. Bahkan dalam
suatu kelompok masyarakat yang diikat oleh otentisitas , rasa egoisme
senantiasa ada. Mengutip istilah latin yang dikemukakan oleh Plautus pada tahun
945 M, bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (Homo homini lupus).
Secara gramatikal memang manusia tidak bisa dianalogikan sebagai serigala
karena ada pembeda antara kedua mahluk ini tapi secara terkias penyampaian
makna dalam pendapatnya dapat diterima sebagai salah satu sifat dasar manusia
yang kadangkala menghancurkan kepentingan manusia lain demi mempertahanakan
eksistensinya.
Menyadari realitas bahwasanya
manusia senantiasa mengalami pertentangan dengan individu lain dalam suatu
kelokmpok masyarakat, akhirnya terbentuklah hukum sebagai suatu wujud
perjanjian etis dalan kehidupan sosial. Cicero mengatakan bahwa dimana ada
masyarakat disitu ada hukum (ibi sociates ibi ius). Dalam artian bahwa ketika
manusia telah melakukan interakksi dengan manusia lain maka saat itu juga hukum
telah berdiri di antara manusia. Kendati tikdak menghilangkan egosentrik
manusia tapi dengan hukum lalu terbentuklah norma-norma etik yang menekan kemungkinan
konflik yang nantinya berpotensi terjadi dalam suatu masyarakat. Peristiwa
Piagam Madinah merupakan contoh konkrit yang menggambarkan bagaimana norma-norma
mengikat berbagai suku dan agama dalam suatu keberagaman sosial yang tertib dan
aman.
Wajah lain dari bentuk interaksi
dalam suatu masyarakat dan merupakan ciri dasar manusia aedalah bahwa manusia
senantiasa saling membutuhkan (homo homini socius). Manusia selain memiliki akar egoisme juga
mempunyai fitrah sebagai manifestasi Illahi. Sebagaimana Aristoteles mengatakan
bahwa manusia adalah citra Tuhan (Imago Dei) sehingga di dalam jiwa manusia
senantiasa terdapat tujuan dan cita-cita suci. Tertulis dalam Al-Quran surah
Al-Hujurat ayat 13 tentang anjuran untuk saling mengenal di antara berbagai
suku, bangsa dan agama yang dengan begitu akhirnya tercapailah suatu unity
university atau yang kita kenal di Indonesia disebut bhineka tunggal ika.
Dengan adanya hukum sebagai penjamin interaksi antar individu dan kesadaran fitrah
sebagai citra Tuhan, masyarakat yang terdiri dari berbagai kepentingan akan
menjadi masyarakat Madani menurut Imam Khomeni.
0 Komentar