Dalam perjalanan manusia mencari hakikat kehidupan terkadang banyak masalah dan pertentangan yang ditemukan (dialektika). Telah berkali-kali kitamenyaksikan para pencari hakikat kehidupan terdampar pada bibir jurang yan terjal sehinga depresi menjadi cara akhir untuk menghentikan pencarian mereka. Katakanlah Nietzche yang meneriaki bahwa Tuhan telah mati atau Marxdengan ungkapannya yan terkenal yaitu agama adalah candu. Semua fakta yang diketemukan mereka ternyata hanya sampai pada permukaan masalah karena berbicara mengenai hakikat kehidupan pasti membutuhkan suatu realitas yan lebih tinggi. Ketika kita meminta uang maka mintalah pada orang yang memiliki uang. Mungkin seperti itulah analoginya. Ketika kita mencari hakekat akan kehidupan carilah pada SangPemberi Hidup. Barangkali ini kemudian menjadi batu sandungan dari para pemikir yang beraliran skeptisme dan materialisme. Pada tulisan kali ini kitaakan mengkritik paham evolusionisme yang merupakan anak dari materialisme tadi. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dalam aliran evolusionisme ini adalah Darwin dengan teori seleksi alamnya. Sekali lagi dunia tersinggung atas ulah manusia-manusia depresi yang bersikap skeptik terhadap kebenaran realitas eksternal sehingga sains sebagai instrument digunakan untuk melawan hukum Ilahi yang telah diciptakan oleh Sang Pencipta.
TeoriDarwin
adalah teori yang mengungkapkan bahwa manusia dan kera berasal dari satu garis keturunan yang
sama. Dalam silsilah pohon kehidupan Darwin, diperlihatkan bahwa perbedaan
signifikan antara manusia dan kera terjadi sekitar 2 juta tahun yang lalu.Pada
tahap itu kera sebagai saudara jauh manusia berevolusi hingga menjadi berbagai
macam spesies yang bisa kita lihat hari ini. Sedangkan manusia telah mengalami
proses urbanisasi yang tak terhindarkan. Manusia berangkat dari dataran Afrika
hingga Asia, Eropa, Australia da benua hinggasamudra lainnya. Akhrinya
kenyataan bahwa fisiologi manusia akan selalu menyeimbangkan dengan alam
menyebabkan bentuk tubuh dan ciri-ciri manusia berubah menimbani tuntutan alam
serta berkembang jauh lebih sginifikan daripada kera. Kita bisa melihat contoh
ini dengan menggunakan sampel fisiologi manusia di Eropa, Asia dan Afrika yang
jauh berbeda.
Darwin
mengatakan bahwa manusia hari ini merupakan hasil dari seleksi alam yang ketat. Pada awalnya
kera dan manusia merupakan suatu spesies yang sama hingga akhirnya terpisahkan
kedua saudara jauh ini demi kebutuhan urbanisasi yang diakibatkan seleksia alam
yang ketat. Ketika suatu pihak mengalami perkembangan makapihak lainpun
mengalami stagnasi ataukemunduran. Inilah konsekuensi logis menurut Darwin yang
menyebabkan kenapa bentuk fisik kera tidak berubah hingga sekarang dan menapa
manusia sebagai saudara jauh kera telah mengalami berabgai perkembangan dari
segi fisik dan berfikir. Teori seleksi alam ini dikuatkan dengan berbagai metodologi sehinga Darwin
menyimpulakan bahwa persamaan antara manusia dan kera adalah sebesar 99%. Akan tetapi setelah berbagai ilmuwan yan fokus
terhadap teori evolusionisme ini mengikutidan mengkritisi paham ini
akhirnyakembali ditemukan kesimpulan
lain bahwasanya persamaan itu hanyalah sebatas 95%saja sedangakn perbedaan 5% sisanya merupakan perbedaan yang
sangat mendasar.
Hasil
pemikiran Darwin yang dituangkannya dalam bukunya yang berjudul the origin species menuai banyak kecaman
dan kritik terutama dari pihak gereja yan saat itu masih begitu sensitive dengan
isu-isu seputar agama. Masih ingatkah kita terhadap pembunuhan GalileoGalilei,
Copernicus dan Bruno yang menungkapkan teori-teori yang bertentangan dengan
pandangan agama. Inilah yang menjadi salah satu factor kenapa hingga akhir
hayatnya takkunjung juga Darwin menerbitkan buku keduanya. Akan tetapi salah
satufaktor mendasar lainnya karena Darwin yan merupakan atheis masih menyimpan
sedikit keyakinan mendalam mengenai kepercayaan
lamanya yaitu Kristen Ortodoks hingga sekitar 20 tahun sebelum dia meninggal.
Mungkin didalam batinnya terdapat pergulatan hebat dimana disatu sisi dia harus
meyakini petunjuk agama bahwa manusia lebih mulia dari hewan dan disisi lainnya
dia mulai depresi dengan misteri kehidupan yang Tuhan berikan sehingga teori
evolusionisme harus dipecahkan. Padahal Allah swt telah menyatakan dalam kitab
suciNya: “…dantidak Kami berikan ilmu itu
kepadamu kecuali hanya sedikit.”
(al-Israa’: 85)
Depresi
terhadap para penganut Darwinisme ini mulai memuncak beriringan dengan
perkembangan teknologi dan paham liberalisme yang menghalalkan manusia untuk
berpendapat dan meyakini sesuatu secara
merdeka. Intervensi dari pihak agama mulai dipandang sebelah mata dan virus
sipilis (Sekuler, pluralism dan liberalism) menjadi suntikan penyubur atheisme.
Pada akhirnya darwinisme sejati berlindung pada payung liberalisme tersebut.
Puncaknya adalah ketika sekulerisme merebah diberbagai Negara sehingga urusan
agama dan masyarakat akhirnya terpisah menciptakan individualisme.
Para
Darwinisme sejati menyambut momen tersebut dengan antusias dan penuh
kebahagiaan,, Akhirnya depresi mental yan mereka alami tidak dpaat tersendat
oleh intervensi agama lagi. Merekapun berupaya sekuat tenaga untuk mencari fakta-fakta
yang dihrapkan mendukung keyakinan mereka yang dicetuskan sebelumnya oleh bapak
evolusionisme, Darwin. Berbagai metodologi dilakukan walaupun itu artinya
mereka harus menentang nilai kemanusiaan. Pencarian mereka sempat berhenti pada
Ota Benga, seorang berwarga kenegaraan Afrika yang telah menikah dan dikaruniai
2 orang anak itu ditangkap karena bagi mereka merupakan sampel yang sempurna
untuk menjelaskan persamaan yang paling dekat antara manusia dan nenek moyang
mereka yaitu kera. Mereka pun menyekap Oto Benga dan memamerkannya di berbagai seminar demi
mempromosikan kegilaan mereka. Sang pemilikpun dengan bangga dan antusias
mengurung Ota Benga di sebuah kebun binatang, berada dalam satu kurungan
bersama spesies kera lainnya. Tak lamakemudian Ota Benga bunuh diri dalam
kurungannya.
Akhirnya
frustasi manusia atas pembuktian dongeng Evolusionisme Darwin harus memakan
korban. Kemanusiaan terkorbankan ketika Darwinisme sejati terdampar pada tebing
jurang keraguan yang tanpa dilandasi iman terhadap realitas eksternal. Karena
mereka hingga hari ini tidak akan mampu menjelaskan misteri missing link yang
masih menjadi rahasi Tuhan. Mereka tak bisa menjelaskan proses transformasi
genetika dan DNA dari kera menjadi manusia sehingga apa yan dicetuskan Darwin
dalam buku the origin species hanyalah FIKSI ILMIAH BELAKA!
Hingga
hari ini,dengan berbagai fosil yang ditemukan dari masa lalu apabila kita kaji
secara komparatif masih sajamenjadiperbedaan mendasar yan ttak pernah berubah.
Dari ukuran volume manusia yan 3 kali lipat lebih besar dari kera. Sehingga
konsekuensinya manusia sengaja diciptakan untuk menyadari kebenaran akan
hubungan transedental. Manusia adalah mahluk yang berfikir, berbeda dengan hewan
sehingga dengan akal budi manusia mampu menuju kesempurnaannya yaitu “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu.” (Adz-Dzaariyat). Manusia adalah mahluk yang istimewa, yang
kesemuanya berpotensisebagai insan kamil maka adalah sebuah bentuk merendahkan
ciptaan ketika Darwinisme berpendapat manusia adalah cucu dari kera. “Yang
membuat segala sesuatu yan Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yan memulai
penciptaan manusia dari tanah..” (Sajadah:7).
Paham
yang berakar dari materialism ini dikritik habis-habisan karena dengan
lantangnya mereka mengatakan bahwa penciptaan segala sesuatu yang ada di dunia
terlepas dari tangan Tuhan. Konsekuensi materialisme adlah keterbatasan epistemologi.
Dengan menyerap pengetahuan tanpa mengunankan aspek rohani, manusia akhirnya
terjebak dalam juran kesesatan. Manusia telah berani mengakui telah membunuh
Tuhan, manusia telah mengakui mabuk pada agama, manusia hanya menjadikan agama
sebagai tempat pelarian dari realitas. Kebimbanan seperti ini pernah dialami oleh
mistikus, Imam Al-Ghazali. Mari kita mengutip perkataan seorang Albert
Einstein yan pada akhir hayatnya telah berhasil masuk Islam bahwasanya ilmu
tanpa agama pasti LUMPUH.
Salam
0 Komentar