Oleh: Triwardana Mokoagow
Drama kosmos adalah drama yang
senantiasa dibahas pada tiap zaman dan periode sejarah. Sayangnya pada era di
mana inofrmasi mengkomplekskan duniaf bagaikan dunia yang dilipat, kita mulai
melupakan fitrah tersebut bahwasanya umat manusia tidak hidup sendirian di atas
Bumi ini. Bila kita klasifikasikan secara general maka akan kita temui bahwa
subyek dari kosmos ini terbagi atas dua yaitu mahluk hidup sebagai mikrokosmos
adalah bagian dari kosmos dalam skala kecil dan terpisah-pisah dan alam raya
sebagai makrokosmos adalah bagian dari kosmos dalam skala besar yang begitu
luas.
Fenomena hari ini adalah
disharomi atau hilangnya keharmonisan antara kedua subyek pembentuk kosmos ini.
Konsekuensi daripada globalisasi adalah tranformasi sosial dari masyarakat yang
awalnya bersifat tradisional menjadi masyarakat yang bersifat modern. Ciri-ciri
daripada masyarakat modern ini adalah tiap subyek pembentuk masyarakat menjadi
individualis dan apatis bukan hanya kepada manusia lain sebagai pembentuk
masyarakat tapi juga terhadap mahluk hidup lain selain manusia : Alam raya.
Hakikat relasi antara manusia
dan alam semesta adalah keseimbangan yang dicapai dengan saling memahami dan
menghargai sebagai sesama ciptaan Tuhan. Pada era modernisasi ini, sayangnya
eksistensi alam mulai terpinggirkan dari simpati umat manusia secara umum.
Bagaimana tidak? Eksploitasi secara besar-besaran terhadap alam bukanlah hal
yang tabu hany ademi kepentingan infrastruktur dan suprastruktur tanpa mengenal
batas. Kerakusan manusia kemudian membawa mereka ke jurang yang sengaja mereka
gali sendiri. Alam serta segala yang menjadi bagian dari dirinya dipandang
sebatas benda mati. Alam sebagai sumber hidup, seakan-akan telah menjadi sumber
ketakutan hari ini.
Beberapa suku yang eksis di atas
alam Indonesia rupanya telah menyadari hal ini sejak lama. Kearifan lokal yang
hidup di Indonesia telah mencerminkan itu. Kemajemukan daripada alam Indonesia
tidak hanya berimplikasi terhadap beragamnya karakter geografis tapi juga
beragamnya budaya serta tradisi yang melekat padanya. Kita mengenal di
Kalimantan terdapat suatu tarian yang bermaksud untuk menghargai dan
menghormati eksistensi hutan. Hari ini kita ketahui bersama bahwa Kalimantan
sekarang dikenal sebagai paru-paru dunia. Bukan sekedar paru-paru Indonesia,
tapi juga paru-paru dunia!
Disisi lain di Indoneisa, salah
satu harta karun kearifan lokal kita juga mencerminkan hal yang sama. Di bagian
Barat Indonesia terdapat satu suku yang bernama suku Mentawai. Mereka adalah
suku yang sangat menghargai dan menghormati alam sebagai ciptaan Tuhan yang
paling berharga. Bahkan hanya untuk memotong satu pohon saja dari hutan, mereka
harus melaksanakan suatu upacara adat yang begitu besar untuk menyampaikan
permohonan maaf kepada Tuhan. Selanjutnya ketika manusia berbondong-bondong
datang untuk memotong dan mengeksploitasi apa dikandung oleh hutan tersebut,
hari ini kita masih bisa melihat sisa-sisa dari tempat suku tersebut hidup yang
akhirnya telah dihancurkan oleh Tsunami. Mentawai yang dikenal dengan ombak
yang paling bagus di dunia kini dikenal dengan salah satu tempat tsunami yang
paling besar.
Konon katanya komunikasi antar
mahluk hidup tidak terbatas pada sistem bahasa yang kita kenal hari ini,
sebelum manusia mengenal bahasa pada awalnya mereka menggunakan frekuensi untuk
saling mengeksternalisasikan personal mereka sehingga bisa berkomunikasi dengan
benda-benda mati. Seorang ilmuwan Jepang pernah melakukan penelitian terhadap
struktur atom air. Ketika dibisikkan kata-kata baik maka struktur atom tersbeut
akan berbentuk suatu kristal yang indah. Ketika dibisikkan kata-kata jelek akan
membuat struktur atom tersebut menjadi kacau. Teranglah apa yang dikatakan oleh
Al-Qran bawhwa alam semesta juga bertasbih. Artinya mereka bisa memahami maksud
dan makna yang diberikan oleh kita. Sehingga untuk menyempurnakan keterbatasan
tersebut, Rasulullah Muhammad saw senantiasa mengingatkan untuk mengucapkan
kata-kata baik ketika hendak melakukan sesuatu.
Relasi antara kelangsungan hidup
manusia dan alam raya harus kembali dirangsang ke atas kesadaran bersama. Untuk
membentuk harmoni tersebut. Sebagai syaratnya, kita harus mengakui bersama
bahwasanya ada unsur pembentuk keseimbangan tersebut yaitu hak dan kewajiban
bersama. Sebagai peserta alam, manusia memiliki hak terhadap alam yang
sekaligus merupakan kewajiban bagi alam. Akan tetapi disisi lain, kita tdak
boleh melupakan bahwa alam juga mempunyai hak yang dituntut kepada manusia dan
merupakan kewajiban kita bersama. Saya berbeda pendapat dengan apa yang
dikatakan oleh Thomas Hobbes, bahwa sains bertujuan untuk menaklukan alam,
konsekuensi dari hal tersebut adalah bencana banjir, gempa dan kemarahan alam
lain atas eksploitasi buta manusia. Padahal manusia bukanlah pemangsa alam tapi
peserta alam.
0 Komentar