1. Asas
Legalitas
Asas Legalitas adalah asas yang
penting dan wajib diketahui oleh mahasiswa hukum terutama bagi Indonesia yang
menganut sistem hukum Eropa Kontintental dengan ciri khas positivistiknya. Di
Indonesia sendiri asas legalitas tercantum dalam Pasal 1 KUHP bahwa seseorang
tidak bisa dipidana tanpa ada UU yang mengaturnya terlebih dahulu. Makna asas legalitas dapat dipahami dengan
asas-asas lainnya seperti
a.
Aasas
non-retroaktif : Harus ada UU dulu
baru bisa dihukum
b.
Asas
Lex Scripta : Hukum
harus tertulis
c.
Asas
Lex Serta : Hukum harus jelas
dan tidak menimbulkan multi-interpretasi
Salah satu problematika dalam
sistem hukum kita adalah bagaimana memutuskan hukum sedangkan hukum tersebut
belum ada yang mengaturnya dalam UU. Sebenarnya problematika tersebut hadir
karena kita tidak begitu memahami makna dari asas legalitas itu sendiri. Asas
legalitas terbagi atas dua yaitu asas legalitas formil dan asas legalitas
materil. Asas legalitas formil bekerja ketika seseorang melanggar peraturan
tertulis. Dan asas legalitas materil bekerja ketika seseorang melanggar
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu masyarakat yang diakui memiliki
kekuatan hukum yang mengikat (living law).
2. Asas
Strick Liability
Strick Liability adalah
pertanggungjawaban pidana secara langsung. Strick liability didasari oleh asas
geen stracht gorder schuld bahwa “tiada pidana tanpa adanya kesalahan”. Contohnya adalah seseorang yang melanggar
lampu merah, apakah harus ditanya dulu kenapa orang tersebut melakukan
pelanggaran? Tanpa ditanya alasan melanggar aturan tersebut, tetap saja
pelanggar tetap diberikan sanksi. Contoh lainnya adalah dalam UU No 32 tahun
2009 tentang Lingkungan Hidup, ketika sebuah perusahaan melakukan pencemaran
terhadap sungai dengan sengaja ataupun tidak sengaja tetap saja perusahaan
tersebut harus memulihkan sungai tersebut. UU yang mengatur tentang Strick
Liability sendiri baru terdapat dalam UU Perlindungan Konsumen, UU Lingkungan
Hidup dan UU Lalu Lintas.
3. Asas
Vikarius Liability
Asas Vikarius Liability adalah
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan secara langsung oleh pelaku.
Contohnya, apabila seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan maka yang
dipidana adalah pelaku bukan orang tua. Asas ini mengakomodir jalannya keadilan
sebab pertanggungjawaban pidana dilakukan secara langsung. Berbeda dengan asas
pertanggungjawab pengganti di AS yang memungkinkan pertanggungjawaban pengganti
sehingga orang-orang yang melakukan tindak pidana, pertanggungjawabannya bisa
dialihkan kepada orang lain. Asas pertanggungjawaban pengganti ini tidak
mencerminkan keadilan.
4. Asas
Restorative Justice
Yang dimaksud dengan asas restorative justice adalah bahwa hukum
bisa berhenti hanya dengan musyawarah. Contohnya adalah ketika anak Ahmad Dhani
melakukan tindak pidana, dan tindak pidana tersebut diselesaikan secara
musyawarah maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut selesai. Asas ini
sesuai dengan falsafah dasar bangsa Indonesia yang termuat dalam sila ke 4
Pancasila tentang Demokrasi dan Musyawarah. Di Indonesia sendiri, kelemahan
dari asas ini adalah ketika musyawarah telah mufakat dan para korban mengamini
maaf dari pelaku sedangkan proses pengadilan sudah berlangsung maka proses
pengadilan tersebut tidak terhenti. Padahal Indonesia menganut asas musyawarah
yang tercantum dalam falsafah dasar kita. Ketika masalah bisa diselesaikan
dengan sekedar islah harusnya selesai juga pada saat itu.
5. Terminologi
Penegak Hukum / Law Enforcement
Berbicara mengenai terminologi
ilmu hukum pidana, kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan penegak hukum
dalam konteks ini. Beberapa mahasiswa memandang bahwa yang dimaksud dengan
penegak hukum adalah polisi reskrim, JPU, hakim, advokat dan lain sebagainya.
Apakah benar seperti itu? Sehingga perlu kita pahami dulu apa yang dimaksud
dengan kata “penegak hukum”. Penegak hukum diadopsi dari bahasa Inggris law enforcement yang artinya orang-orang
yang bisa memaksakan hukum. Sehingga
menurut Marjono Raksodiputo, yang dapat menjadi seorang penegak hukum di
Indonesia hanyalah polisi reskrim dan jaksa penuntut umum sebab hakim harus
berposisi netral dalam pengadilan dan advokat tidak bisa memaksakan hukum
karena mereka hanyalah agen yang mengakomodir masalah hukum.
0 Komentar