Oleh: Triwardana
Mokoagow
Misi utama daripada organisasi
HmI adalah perkaderan. Sebagai bentuk menjalankan mekanisme organisasi maka
perkaderan adalah suatu keniscayaan. Hanya saja dewasa ini makna dari
perkaderan tersebut seringkali dipersempit oleh persepsi kader HmI sendiri.
Padahal kader adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan dan tanggungjawab
sebagai tulang punggung dan penerus organisasi. Tentu saja ketua umum
komisariat tertentu tidak akan menjabat sebagai ketum selamanya, harus berjalan
mekanisme organisasi berupa upaya-upaya regenerasi disana. Dan di dalam konteks
ini, tentu saja instruktur atau pemateri yang kita kenal di tiap agenda HmI
tidak mungkin akan menjadi pemateri untuk selamanya, harus ada regenerasi
pemateri sebagai pengejewantahan dari menjalankan roda organisasi.
Untuk menjadi seorang instruktur
atau pemateri kita perlu terlebih dahulu untuk mengetahui metode-metode yang
diperlukan. Di dalam dunia pendidikan kita mengenal bahwa metode ajar ini
terdiri dari dua yaitu metode pedagogi dan metode andragogi. Metode pedagogi
adalah metode ajar yang menempatkan siswa belajar sebagai objek dalam forum.
Metode ini berasal dari pemikiran Aristoteles yang kemudian diadopsi oleh John
Locke dengan nama teori tabula rasa, yang mengatakan bahwa anak ketika lahir
dari rahim ibunya dia sama halnya dengan taplak meja lilin yang polos dan tanpa
warna mental sedikitpun. Pada metode ini, siswa belajar dianalogikan sebagai
gelas kosong yang siap diisi oleh pemateri. Sehingga konsekuensi dari metode
ini, siswa belajar adalah peserta yang pasif dan seringkali disebut dengan
metode anak kecil karena anak kecil sangat minim pengalaman.
Sedangkan metode mengajar yang
kedua adalah metode andragogi yang seringkali disebut dengan metode belajar
orang dewasa. Pada metode andragogi, instruktur menempatkan siswa belajar
sebagai subjek sebab peserta dianggap sudah punya pengalaman sebelum
mengikutsertakan diri dalam sebuah forum. Proses komunikasi yang terjadi dalam
metode ini adalah komunikasi dua arah dimana terjadi timbal balik antara
instruktur dan peserta belajar. Akan tetapi aktifnya peserta didik dalam metode
ini haruslah jenis aktif yang positif bukan aktif negatif. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa aktif negatif adalah ketika seorang instruktur membahas
sebuah wacana maka para peserta memilih untuk menyibukkan diri dengan gadget
mereka atau malah ngobrol dengan teman di samping. Sedangkan aktif secara
positif adalah aktif yang menggambarkan kedewasaan seseorang sebagai peserta
belajar yaitu aktif bertanya, menghargai kehadiran instruktur dan interaktif
dalam forum diskusi.
Dalam ilmu psikologi kita mengenal
yang namanya self concept (konsep
diri), bahwa tiap orang punya perspektif masing-masing tentang dirinya.
Contohnya adalah ketika saya menyadari bahwa sebagai mahasiswa saya harus
berprestasi, maka saya membuat konsep yang di dalamnyas saya memikirkan bagaimana
caranya agar bisa mendapat IPK yang memuaskan. Sebagai seorang instruktur tentu
saja kita harus memiliki konsep diri. Sebagai seorang instruktur, konsep yang
harus dibangun dalam diri pertama-tama adalah menanamkan paham tentang etika
seorang instrutktur. Contohnya adalah dengan tidak menggunakan kaos, tidak
merokok, tidak membuat kerusakan dan lain sebagainya.
Dengan pengaplikasian metode
andragogi ini, seorang instruktur akhirnya mampu menjadi seorang fasilitator.
Ketika pemahaman terhadap metode andragogi telah mantap, dan konsep diri telah
terbangung, maka tugas seorang instruktur selanjutnya adalah menciptakan
suasana belajar yang kondusif. Instruktur harus pintar mengendalikan forum
untuk menjaga konsentrasi peserta berkeliaran. Selain itu, fasilitator harus
bisa menyampaikan informasi secara utuh. Keberhasilan komunikasi antara
instruktur dan peserta belajar adalah ketika informasi yang diharapkan diterima
oleh peserta didik tersampaikan secara utuh. Selain itu instruktur memerlukan
media yang dapat mempermudah informasi yang diharapkan tercapai. Contohnya
adalah ketika seorang instruktur ingin menyampaikan materi tentang kondisi
geografis bumi maka yang lebih efektif adalah menggunakan peta atau globe.
Pada akhirnya untuk
menyempurnakan misi HmI yaitu mengenai perkaderan, kita harus senantiasa siap
menggantikan para instruktur sebelumnya serta membawa warna dan nafas baru pada
tiap perkaderan. Pergantian wajah memang niscaya, jikalau nantinya ada
pergantian materi ajar juga tidak masalah selama masih bisa
dipertanggungjawabkan secara rasional oleh para kader HmI. Akhir kata, sebagai
pengejewantahan dari misi HmI, kita harus mematangkan metode andragogi dan
belajar membangun konsep diri yang nantinya akan kita implementasikan melalui
mekanisme regenerasi organisasi.
SALAM!!
2 Komentar
Mantap adinda !! Yakusa
BalasHapusMakasih kando hehe. yakusa!
Hapus