Tidak mungkin ada orang yang menjalani hidup tanpa menyesap sekalipun rasa sakit serta penyesalan. Tidak mungkin ada orang yang menjalani hidup tanpa sedikitpun menikmati manisnya dendam dan perihnya tragedi. Tidak mungkin ada orang yang menjalani hidup tanpa sekalipun menertawai hidup sebagai komedi abadi. Tidak mungkin itu terjadi padamu, dan juga padaku. Kita dengan penuh keterpaksaan harus lahir dalam keadaan menangis dan disambut oleh teman-teman orangtua yang bersuka cita, paradoksnya, kita harus mati tersenyum sebagai tanda pulang pada Tuhan dan teman-teman beserta keluarga melepas dengan haru dan duka. Dan Brown menjuduli perjalanannya ke neraka sebagi the divine comedy, lalu apalagi kalau hidup tidak lebih dari sekedar bagaimana kita menggunakan perspektif?
Inilah yang absurd dalam hidup. Seabsurd Shisipus yang mendorong batu ke puncak lalu menggelinding kembali ke bawah. Seabsurd hidup Albert Camus yang mati konyol menyambar pohon. Lewat hidup, aku belajar bahwa selisih jarak antara komedi dan tragedi hanya setipis helai rambut, sama tipisnya dengan jembatan neraka. Bahwa karya-karya teatrikal Yunani yang mencoba memformulasikan tragedi, tidak lebih dari komedi bila dilihat dari sisi berbeda. Dan komedi sendiri, adalah tragedi yang kita tertawakan.

Komedi dan tragedi adalah dua saudara kembar yang sebenarnya beda nama, yang butuh identitias agar kita identifikasi secara berbeda. Dalam filsafat komedi Raditya Dika, aku belajar bahwa untuk menimbulkan sesuatu komedi yang punya daya tarik untuk ditertawakan, kita hanya perlu melakukan punchline yang tepat, sehingga apa yang dipikirkan penonton ternyata berbanding terbalik dengan yang terjadi. Kurang lebih rumusnya sama dengan tragedi, kita menonton suatu pentas drama yang pada wajarnya kita anggap akan menemui ending bahagia, eh malah Romeo mati bunuh diri diikuti oleh Juliet. Rupanya tragedi dan komedi tidaklebih dari permainan perspektif, yaitu seni mempermainkan das sein (apa adanya) dan das sollen (yang seharusnya), sebuah rumus untuk melahirkan masalah. Jika ingin menjadi tragedi, ratapilah. Jika ingin menjadi komedi, tertawailah.