Untuk waktu yang lama,
wacana dominan yang menghegemoni perkacakapn ekonomi selalu tak pernah luput
dari tangan-tangan tak terlihat (invisible
hand) milik Adam Smith. Aksioma ekonomi klasik menyitat bahwa manusia
merupakan makhluk rasional. Dengan rasionalitas itu, kita bisa menentukan apa
yang penting dan tidak penting, apa yang berguna dan tak berguna. Setelahnya
beranak-pinaklah aksioma itu menjadi teori ceteris-peribus,
supply-and-demmand, equilibrium, dan banyak lagi.
Belakangan muncul resistensi.
Para ilmuwan psikologi dan sosial lalu merambaki ranah ekonomi dengan
menggoncang pondasi ekonomi klasik. Dengan lantang mereka berkata: manusia
adalah makhluk irasional! Syahdan, muncul kemudian mahzab ekonomi perilaku.
Yang mengatakan bahwa keputusan ekonomi seseorang lebih digerakkan oleh
irasionalitas ketimbang rasionalitas.
Saya pertama kali melihat
Richard Thaler di film Big Short (2015),
dia bicara soal keruntuhan Wall Street pada
2008 ditemani Selena Gomez yang menggemaskan. Thaler adalah salah satu pendekar
di depan barisan mahzab ekonomi perilaku. Pada 2008, dia mengeluarkan buku
bertajuk Nudge, teori tentang
dorongan manusia ketika membuat keputusan. Nyaris sepuluh tahun kemudian dia
dianugerahi hadiah nobel eknomi atas perkembangan intelektual yang ia ciptakan.
Pada dasarnya manusia
memiliki dua jenis dorongan. Pertama adalah dorongan otomatis, yang oleh Daniel
Kahneeman dan Amor Traversky, disebut sebagai cara berpikir cepat. Hal ini
terjadi ketika kita menarik impresi awal saat menatap lukisan Starry Night karya Van Gogh. Kesannya
indah. Itu saja. Dorongan otomatis lebih intuitif. Digunakan ketika kita hendak
membuat keputusan mendesak.
Dorongan kedua disebut
dorongan reflektif. Atau menurut Thinking
Fast and Slow, disebut cara berpikir lambat. Dorongan reflektif mengarahkan
keputusan yang bersandar pada logika. Semisal upaya seorang pelajar yang
menyelesaikan soal-soal matematika atau menjawab TTS.
Secara garis besar, teori
dorongan (nudge theory) adalah teori
tentang memanfaatkan dorongan otomatis manusia dalam proses pengambilan
keputusan. Nudge sendiri merupakan
sentuhan kecil yang mendukungan dorongan tersebut berjalan efektif sesuai
dengan keinginan kita.
Beberapa metodenya adalah Choice Architecture, yakni memanfaatkan
tendensi dan dorongan psikologis untuk memengaruhi keputusan. Manusia cenderung
menyukai keputusan yang aman. Akan lebih gampang memengaruhi anak yang senang
bermain PS dengan memotivasi sang anak agar mendapat juara satu di kelas agar
nanti dihadiahi Playstation.
Metode kedua disebut Risk/Loss Aversion. Manusia cenderung
menghindari risiko. Katakanlah Anda seorang peserta Want to be Millionere. Anda
dihadapakan kepada dua opsi: tidak melanjutkan permainan tapi hanya memenangkan
500 juta. Atau opsi kedua, melanjutkan permainan untuk mendapat satu milyar
tapi risikonya bila kalah, hanya akan dapat 500 ribu. Saya pribadi akan
mengambil opsi pertama, terlebih mengingat tingkat kesulitan permainan jauh
lebih tinggi ketimbang sebelumnya.
Metode ketiga disebut social norm. Memanfaatkan sifat manusia
yang cenderung mengikuti pilihan mayoritas. Pernah satu waktu saya terjebak
macet di Jakarta yang jalanannya sudah seperti neraka metropolis saja.
Kemacetan itu terjadi pada perempatan jalan. Pemicunya sederhana: satu saja
kendaraan yang cukup nakal menginjak pedal gas meski lampu sudah menyala merah,
yang di belakangnya akan mengikuti. Bahkan larangan tidak akan efektif bila
mayoritas orang melanggar larangan tersebut.
Teori dorongan otomatis
Thaler telah banyak memengaruhi umat manusia hari ini. Terutama para pemimpin
negara-negara besar. Kini Thaler bekerja sebagai penasihat bagi negara-negara
yang mau membuat kebijakan publik. Teori Thaler tidak hanya digunakan untuk
mengeruk arta di lapangan ekonomi, juga dipakai demi kepentingan politik
tertentu.
Di Uganda sendiri, teori ini
diimplementasikan dengan baik. Bank Uganda berusaha untuk meningkatkan
intensitas pembayaran pajak warga sipilnya dengan cara memberi penghargaan atau
insentif dan pemotongan bunga bagi pembayar pajak yang tepat waktu, pun setiap
bulannya, bank mengirim surat sesaat sebelum jatuh tempo untuk setiap bulannya.
Meskipun sering disebut
sebagai jagoan di mahzab ekonomi perilaku, tidak seperti Dan Ariely, Richard
Thaler tidak berargumentasi bahwa manusia adalah makhluk irasional, melainkan
berupaya menunjukan bahwa setiap orang menggunakan rasionalitasnya secara
konsisten, sehingga harusnya perilaku mereka dapat diprediksi.
Keunggulan praktis dari
ekonomi perilaku adalah bisa diimplementasikan secara mikro. Contohnya, untuk
memengaruhi orang agar memakan makanan sehat, kita cukup meletakkan buah dan
sayur mayor di rak yang setingkat dengan mata konsumen (eye level), itulah yang disebut nudge
(dorongan). Sedangkan melarang orang lain memakan junk food tidak disebut dorongan. Di lingkungan umum misalnya,
daripada menempelkan banyak tanda larangan membuang sampah sembarangan, lebih
baik kita memproduksi tempat sampah sebanyak-banyaknya, dan menyebarkannya di
setiap beberapa meter jalan.
0 Komentar