Saya tidak tahu banyak soal Natsir, selain dia seorang pentolan Masjumi dan sosok yang sering diidentikan dengan Cak Nur, saya tidak tahu lebih. Tembok prasangka saya selalu menajam acapkali melihat pemimpin di depan organisasi Islam.

Setelah membaca buku serti Tempo tentang Muhammad Natsir, asumsi itu mentah sampai jatuh ke tanah. Suatu ketika dalam perdebatan sengit yang kian menajam dalam Petisi 50, Natsir mengatakan kalimat yang begitu terkenal sampai hari ini: “Kita sepakat untuk tidak bersepakat.”

Proposisi itu membuat ingatan saya tertambat pada Voltaire, salah seorang pembawa obor yang memadamkan kegelapan Eropa. Lebih lengkapnya begini: “Meskipun kau mengkritikku, aku akan membela hak berbicaramu.” Di sana juga kita bisa rasakan gema, getaran dari seorang post-Marxisme, Chantal Mouffe tentang demokrasi radikal yang mengafirmasi disensus ketimbang consensus. Demokrasi dibangun di atas pondasi keberagaman, meskipun perdebatan dan ketidakmungkinan persamaan pandangan selalu berputar di antaranya.

Kita kenal Natsir, ia salah satu figur sentral yang akas dalam PRRI (Perjuangan Revolusioner Rakyat Indonesia), atau lebih dikenal dengan sebutan PERMESTA di daerah-daerah terkucil tempat di mana gerakan itu meletus. Gerakan itu meski kerap dicap separatis oleh status quo, sesungguhnya merupakan kontrahegemoni atas ideologi komunisme. Penuturan Yusril Ihza Mahendra, kader ideologis langsung dari Natsir, dalam tiap rapat Natsir selalu lepas kendali marah-marah sewaktu berdebat dengan Aidit ketua PKI sampai gerit menguasai suara ruang. “Rasa-rasanya saya ingin melempar kursi ke kepala orang itu,” demikianlah curahan hati Natsir kepada Yusril.

Tapi dalam kecamuk ideologis yang mengeras semacam itu, toh Aidit dan Natsir ketemu seusai rapat. Mereka lalu menghabiskan uar terakhir kopi sembari bercakap-cakap pelbagai perihal keluarga mereka. Pernah pula Aidit menjemput Natsir seusai rapat dengan sepedanya, lantas mengantarkan Natsir ke rumahnya. Pergulatan ideologis, bagi Natsir, bukan penghalang kita bersosialisasi, bersahabat, sebagai sesama makhluk manusia.