(The-Portrait-1935-Rene-Magritte)
Predikat manusia sebagai social animal (binatang sosial) telah
menjadi klise dalam dunia psikologi kita. Manusia bukan satu-satunya binatang
yang bersosialisasi. Ketika semut baru keluar dari lobang kecil rumahmu, mereka
melakukan cipika-cipiki ketika ketemu
di tengah jalan. Seekor tupai berteriak sebagai tanda bahaya adanya predator
mendekati tempat mukim komunitasnya. Seekor lumba-lumba akan menghantam-hantamkan
tubuhnya ke jaring yang menangkap temannya. Hachiko setia menanti majikannya di
stasiun Shibuya. Sekawanan lebah proletar bekerja sama menyerbu taman sekar
demi sarang madu.
Manusia memang binatang
sosial. Tapi bukan satu-satunya binatang sosial. Social animal bukanlah predikat yang istimewa—bukan juga homo
saphiens yang entah di mana bijaksananya. Roy Baumesteir, seorang psikolog
sosial, menyebut manusia sebagai cultural
animal, binatang kultural. Kita gunakan kebudayaan untuk membangun
kehidupan sosial yang baik, agar keberhasilan spesies dalam gelanggang struggle for existence/ survival of the fittest dapat
dimaksimalisasi.
Ada tiga sifat kebinatangan:
makan, tidur, dan seks.
Hewan pasti makan. Tapi
hewan tidak makan di restoran dengan direncanakan, mereka tidak pergi ke
lamongan, ke grosir, membuat dapur, dan tidak menciptakan teknologi pengasapan.
Manusia, manusialah yang melakukannya. Manusia capek-capek mengolah gula jawa,
cabai, dan garam menjadi lotis yang menggiurkan sedangkan seekor monyet tidak
pernah kerepotan memanjat pohon memetik buah. Kita bisa saja makan di rumah
atau hutan, tapi dua anak muda yang dimabuk cinta memilih makan malam elegan di
restoran dengan lilin romantis daripada menyantap makanan yang masih bisa di
makan di luar restoran yang lagi dinikmati seekor kucing dengan khidmat. Hewan
tidak butuh layanan Pizza, McD, KFC, dan GoFood.
Hewan pasti tidur. Mereka
membangun sarang yang cukup nyaman sesuai volume tubuh mereka. Tapi manusia
menciptakan kasur air sementara ikan di akuarium di samping kamar tetap tidur
dengan mata terbuka. Bali menyediakan ratusan motel dan hotel untuk pengalaman
tidur yang spesial untuk dua manusia yang selesai kencan tadi, memutuskan
berbulan madu. Adik perempuan saya menghias kamarnya dengan lampu LED
puspawarna agar tidurnya diselingi bunga-bunga mimpi.
Hewan pasti melakukan
senggama. Tapi mereka tidak menciptakan bokep. Hewan melakukan reproduksi
seksual untuk menghasilkan keturunan yang menerima warisan gen mereka. Hanya
manusia yang melakukan seks sebagai rekreasi, dengan berbagai macam varian gaya
yang aneh-aneh lenggoknya. Hanya manusia yang menciptakan bokep dengan berbagai
genre, bahkan membuat universitas untuk profesi bokep.
Semua aktivitas tersier
dalam soal makan, tidur, dan seks itu, adalah produk kebudayaan manusia. Blog
tempat saya mengepos tulisan-tulisan ini pun produk kebudayaan. Kalian yang
sedang membaca ini entah di gawai atau komputer, adalah subjek kebudayaan. Saya
tidak tahu apakah simpanse atau babi (yang persamaan DNA-nya mendekati DNA
manusia) bisa manut-manut mengerti apa yang saya katakan, atau bahkan, bisa
membaca satu huruf pun di sini.
0 Komentar