Di Cina, tepatnya di Guang Zhou, seorang anak kecil berjalan santai di sebuah gank. Tak lama kemudian sebuah mobil menggilas anak itu dengan roda kanannya. Roda depan pertama-tama memelintir tubuh anak itu. Lalu barangkali karena supir merasa terganjal sesuatu, lalu meneruskan penggilasan itu dengan roda belakang, seperti menginjak kerakal yang terkapar begitu saja di jalan.

Peristiwa itu direkam dalam CCTV.

Apa yang lebih merisak hati kita adalah kejadian setelahnya. Beberapa orang lewat, beberapa hanya melirik singkat, kemudian berlalu begitu saja seperti melihat hal-hal yang lumrahnya teronggok di jalanan. Ada seorang bapak yang menggandeng tangan putri kecilnya, melenggok begitu saja tanpa peduli anak kecil yang terkapar berdarah-darah di sampingnya.

Anak itu bernama Wang Yue. Dan siapapun dari Anda yang membaca tulisan ini, pasti bersaksi tidak akan melakukan hal keji seperti orang yang lewat begitu saja meninggalkan anak malang tersebut. Siapapun dari Anda akan bersaksi, bahwa setiap kali melihat Wang Yue terkapar di jalanan dengan kaki yang patah terlindas oto berat, Anda akan berhenti dan membawa tubuh kecilnya yang tercabik meski kemungkinan dia masih bertahan hidup ketika sampai di RS sangat kecil—kalau bukan mendekati nol. Pada akhirnya, memang, nyawa Wang Yue ladung dari tubuhnya, seperti sumur yang berhenti mengalir karena urat air di dasar tanah telah mati.



Tapi benarkah kita punya hati semalaikat itu? UNICEF melaporkan pada 2011, bahwa terdapat 6,9 juta anak di bawah usia lima tahun (kira-kira sekitar usia Wang Yue) meninggal dari penyakit yang terkait dengan kemiskinan. Menurut UNICEF itu statistic yang bagus sebenarnya, karena angka itu menurun dari angka 12 juta pada 1990. Namun demikian, tetap saja ada 6,9 juta, dan setiap angka satu di kumulasi angka itu, merujuk pada manusia berdaging dan mulanya bernyawa. Artinya, setiap hari terdapat 19.000 anak yang mati.

Apakah kita yakin tidak berlagak seperti orang-orang yang meninggalkan Wang Yue? Di dunia ini, barangkali, menjadi baik dengan cara paling mungkin dalam keterbatasan kita adalah bentuk balas dendam pada kesempatan menolong makhluk hidup yang tidak berdaya kita lakukan.