Butuh waktu tiga ribu empat
ratus delapan puluh hari, seratus enam belas bulan, sembilan tahun, nyaris
sepertiga usia saya, untuk tiba pada kesimpulan ini: setiap jatuh cinta adalah
bahaya yang tertunda.
Mestinya lebih dari sepuluh
tahun lalu, saya sudah lebih dulu menyadari, bahwa berkenalan dengan seorang
berbando merah berseragam putih-biru di depan lapangan Boki Hotinimbang siang
itu adalah perangkap. Mestinya dia tahu, berdiri di depan warung Ma Ilam, lalu
menoleh ke belakang hanya untuk menangkap panah dari mata saya siang itu adalah
perangkap.
Barangkali kita memang tidak
tahu, barangkali juga, kita hanya pura-pura tidak tahu tentang apa yang menanti
kita di belakang setiap episode pertemuan dan perpisahan yang saling bertukar
tempat itu. Toh pada akhirnya, setiap peluk akan saling memunggungi dan setiap
temu akan saling melambai dengan bahasa yang hanya bisa diterjemahkan oleh
mereka yang pernah mengalaminya.
Kau: yang pernah menjadi
alasan dari setiap rencana-rencana besar dalam agenda kehidupan saya, kini
harus terlepas sebagai perpisahan yang tak pernah saya duga terjadi.
Aku: tempat segala rindumu
mengungsi serta segala pertikaian yang pernah mengakhiri dirinya sendiri dengan
hangat pelukan syukur harus bersegera menjadi ingatan yang tertutup rapat di
balik jilbab hitam itu.
Untuk kali ini. Biarlah
begini. Tidak usah ada satu pun di antara kita yang berani menunda apa yang
sudah terlanjur menjadi abu. Biarlah angin sudi mengembuskan jejak debu itu ke
masa lalu yang jauh. Tidak perlu salah satu dari kita mengalah untuk meyakinkan
bahwa kita masih bisa berjuang sedikit lebih lama lagi seperti biasanya. Tak
perlu.
Perpisahan kita memang
dirayakan dengan cara sederhana dan tidak sengangar biasanya. Setidaknya aku bisa
bersyukur untuk fakta itu. Ini patah hati paling damai yang pernah saya rasa,
sebab kali ini saya rupanya bisa dengan lapang dada berterima kasih (tidak
seperti biasanya) atas tahun-tahun penting yang tak pernah kehilangan makna. Hari
Jumat kemarin adalah hari terakhir saya mendoakan kamu. Dan bila kau belum
sempat memberikan hal yang sama, dan bila kau berniat mengirim harap ke yang
Maha Esa, doakan agar ingatan saya tetap utuh dan semakin tangguh menerima
segala. Saya pun berharap, semoga masa depan menjadi ingatan yang bahagia untuk
kita semua.
Untuk teman-teman saya
sering membaca kolom jenis ini, saya cuma pengen bilang, kata-kata tidak
berfungsi mengunci perasaan seseorang, ia hanya bertugas menangguhkan sesuatu
yang fana. Dengan ini, kolom “dear you” saya tangguhkan sampai menerima
majikannya yang baru.
Terakhir, jatuh cinta
barangkali memang bahaya yang tertunda. Tapi sejauh ini, petualangan tanpa
risiko bahaya adalah yang paling membosankan. Saya akan masih tetap naif.
Jantung masih akan berdetak di arloji entah kita suka atau tidak. Tapi saya
masih percaya, entah cepat atau lambat sejak hari ini, akan saya tatap
jejak-jejak waktu ini dengan perasaan syukur di dada bersama lengan orang lain
di pelukan saya yang tak bakal saya izinkan direnggut oleh seribu kali lipat
bahaya.
5 Komentar
Dearyou
BalasHapusThankyou :)
Dalemm😍😥
BalasHapusKren
BalasHapusDan setiap kali kita jatuh cinta maka siap-siap patah hati selanjutnya hahaha
BalasHapusnyesek bacanya
BalasHapus