(20 buku terciamik yang saya baca tahun 2019)
v Kosmos, Carl
Sagan
Ditulis dengan gaya naratif,
dihiasi story-telling, imajinatif,
dan puitis, buku ini tak menghilangkan sisi intelektualnya dalam melacak jagad
raya yang teramat luas ini. Sagan berperan sebagai pemandu wisata menuju
jantung ketidaktahuan kita terhadap misteri ruang angkasa. Mengupas poin-poin
penting alam semesta yang begitu gelap dan jauh dari sentuhan makhluk bumi.
Berwisata sampai halaman akhir buku ini, mengingatkan saya kepada Neil DeGrasse
Tyson—juru bicara Carl Sagan hari-hari ini—, bahwa semesta terlalu luas untuk
ego makhluk manusia yang terlalu kerdil. Satu-satunya penyesalan saya selepas
membaca Kosmos adalah terlambat membacanya.
v Dan Kematian Makin Akrab, Subagio
Sastrowardoyo
Merupakan kumpulan sajak
pilihan Subagio sepanjang karirnya sebagai penyair. Kematian dalam sajak-sajak Subagio, tidak
muncul sebagai wajah angker, hitam, dan kejam. Sebaliknya, kematian itu menjadi
lembut dan akrab, ia merupakan episode pasti dalam jalan setapak kehidupan yang
dihayati dengan perasaan bening murni. Kecemasan Subagio dalam menulis kematian
adalah Angst-nya Heidegger. Bahkan
Subagio mendedikasikan satu buah sajak untuk pesohor eksistensialisme itu dalam
“Salam Kepada Heidegger”.
v Enlightenment Now: Membela Nalar, Sains,
Humanisme, dan Kemajuan, Steven Pinker
Salah satu buku terbaik yang
pernah saya baca. Pinker, seorang psikolog yang mengambil risiko ke ranah
filsafat, politik, dan ekonomi, tidak kehilangan pijakan begitu saja dengan
landasan argumentasinya. Dengn cerdas ia mengajukan fakta mengejutkan: “Dunia
telah membuat kemajuan spektakuler dalam setiap ukuran kesejahteraan manusia.
Dan inilah kejutan keduanya: hampir tidak ada yang tahu tentang hal itu.” Ia
dikenal sebagai seorang optimis, seraya berusaha tak terantuk dalam jebakan
panglossianisme. Dipenuhi dengan seabrek data serta statistik, Pinker
mematahkan kekhawatiran heurstik yang merupakan virus bagi pikiran umat
manusia.
v Intelejensi Embun Pagi, Dee
Lestari
Syahdan, setelah lima belas
tahun memulai debut supernova, akhirnya kisah panjang itu tamat dalam buku ini.
Intelejensi Embun Pagi, ialah salah satu harta karun literasi Indonesia.
Segenap tanda tanya yang terserak dari Ksatria,
Putri, dan Bintang Jatuh, Akar, Petir, Partikel, dan Gelombang, disusun satu per satu seperti menghimpun keping demi
keping puzzle yang terus menagih jawab. Petualangan yang tak terlupakan. Saya
punya harapan kelak enam paket novel ini bisa dibuatkan film serial. Misteri,
sains, sihir, petualangan aksi, dan drama, adalah bumbu-bumbu yang memperkaya
urutan cerita. Dee Lestari pantas dikenal sebagai sastrawati besar di mula abad
ke-21 Indonesia.
v On God and Other Unfinished Things, Goenawan
Mohammad.
Versi bahasa Inggris dari Tuhan dan Hal-hal yang Belum Selesai, merupakan
petikan-petikan gagasan Goenawan Mohammad yang singkat dan gegas. Ia terilhami
dari buku Percikan Permenungan Roestam
Effendi, penyair generasi lawas yang mahsyur pada zamannya. Buku tipis ini, aku
Goenawan, merupakan percikan kontemplasinya selama mengelilingi dunia dan
berkenalan dengan raksasa intelektual dari zaman silam. Kaya akan kebenaran
aforistik yang subjektif, tapi tidak kehilangan pegangan pada objek yang ia
bicarakan. Multiplisitas bahasa yang kentara dalam teks Goenawan seolah
mengafirmasi judul buku, bahwa memang ada banyak hal yang belum selesai dan tak
pernah final. Tuhan tidak pernah tidur, masih banyak pekerjaan rumah belum
rampung.
v Kronik Burung Pegas, Haruki
Murakami
Buku keempat Murakami yang
saya baca, dan sejauh ini tidak ada penyesalan atas pengalaman enigmatik
menyelami imaji Murakami. Novel ini bermula ketika perempuan asing mengajak
tokoh utama phone sex, selepas itu,
kejadian ganjil berturut-turut muncul dalam cerita, seperti efek domino yang
terjadi dalam ruang gelap. Plot cerita membangun peristiwa demi peristiwa yang
subtil. Saya seperti diajak masuk ke dasar sumur kering yang pengap dan berbau
lumut di rumah “gantung leher”. Seperti biasa, unsur mimpi tetap menjadi premis
cerita andalan Murakami. Dan seperti buku lainnya, banyak mencantum rekomendasi
musik yang enak-enak. Saya bahkan membikin playlist khusus yang berasal dari
buku ini di Youtube.
v Buku Panduan Matematika Terapan, Triskaidekaman
Novel yang sangat unik bagi
saya. Novel ini memuat beragam diksi yang asing di mata saya, benar-benar kaya
vokabulari. Pun sebagian bab merupakan nama dari rumus matematika, sebagian
lagi dalam bentuk kode buatan I Ching. Bab favorit saya adalah bab dengan judul
1+1=3. Menurut saya ini persamaan
matematika yang paling indah, melebihi rasioa emas dan deret fibbonacci.
v Everything F*cked: A Book About Hope, Mark
Manson
Buku kedua Mark Manson.
Setelah Seni Bersikap Bodoh Amat, tampak
jelas perubahan gaya menulis Manson yang lebih ketat tekstur intelektualnya
meski tidak meninggalkan aspek naratif dalam bercerita. Relasi antara story telling dan kekayaan arumentasi
serta data menjadikan buku ini enak dibaca oleh medioker macam saya. Manson
yang muak dengan buku motivasi murahan lalu menemukan jalan setapak lain dengan
menggunakan gaya yang lebih pesimistik—untuk tidak menyebutnya nihilistik—untuk
menyadarkan orang lain. Dengan karakter ini, ia bahkan bisa mengambil sisi
terang kehidupan dari filsuf yang bayangannya muram itu, Nietzche, lewat laku Amor Fati. Cintailah hidup, meski takdir
begitu pahit!
v Badrul Mustafa Badrul Mustafa Badrul
Mustafa, Heru Joni Putra
Terbiasa membaca puisi liris
membuat saya terpesona dengan nuansa Melayu dalam buku ini. Seumpama menatap
eksoitsme di tengah belantara modernitas. Buku puisi ini memuat petatah petitih
lewat sosok Badrul Mustafa; memuat nasihat, sindiran, pandangan-pandangan atau
pedoman hidup yang baik, dan petunjuk-petunjuk membangun relasi sosial dalam
bermasyarakat. Membaca pongah Badrul Mustafa membuat saya terkenang dengan
sosok pengembara dalam Zarathustra karya Nietzche. Dengan tingkah laku,
kebenaran aforistik disampaikan dengan aroma khas rendang.
v The Origin of Species, Charles
Darwin
Meskipun bukan orang pertama
yang mengutarakan gagasan evolusi, tapi Darwin yang lebih sinonim dengan teori
tersebut. Perjalanan membaca saya (saya menyebutnya biblioavontur) dengan teks
Marx, Harari, Dawkins, dan Steven Pinker, selalu merujuk nama Darwin berkali-kali.
Rasanya kurang mangkus bila saya tidak membaca teks langsung dari Darwin.
Darwin membuka mata saya, bahwa setiap spesies hanyalah perantara dari spesies
lama ke spesies baru. Bahwa dalam pohon kehidupan, kita merupakan anak cabang
leluhur yang akan melahirkan cabang baru. Entah itu Homo Deva Mary Belknap yang spiritual, atau Homo Deus Yuval Harari yang transenden.
v The Decision Book: Fifty Model for
Strategic Thinking, Mikael Krogerus & Roman Tschappeler
Lima puluh metode untuk
berpikir strategis. Ditulis secara kategoris dan visual, sehingga banyak
membantu saya membaca khidmat. Barangkali inilah buku paling praktis yang
pernah saya baca. Beberapa model berpikir strategis yang saya gunakan
sehari-hari adalah: matriks Eisenhower, gift
model, making-of model, the crossroad model, dan the AI model. Di akhir buku, penulis memberikan tips untuk terus
mengasah model berpikir ini dengan latihan menulis sembari membangun bagan.
Berpikir sembari mengerahkan daya visual menstimulus kedua belahan otak kita.
Buku ini membikin saya yang pemalas dan agak berantakan ini lebih banyak
berpikir. Bukan hanya berpikir keras dan ketat, tapi berpikir secara kreatif
tanpa menghilangkan daya kritisisme.
v Sidharta, Herman
Hesse
Sudah dari dulu saya incar
buku bersampul merah ini, barulah 2019 ketemu. Awalnya saya kira Hesse membuat
buku biografis tentang adiluhung itu, namun ternyata fiksi spiritualisme
kritis. Meskipun begitu, saya kira Hesse tetap menjaga akarnya mengingat latar
belakang Sidharta yang sepersis sang Buddha. Sidharta, tokoh utama yang
merupakan anak seorang Brahman, memutuskan keluar dari kenyamanan kastel demi
mencari kebenaran sejati, melalui petualangan spiritual, menerapkan laku tapa
brata. Bersama Giovanda ia ketemu guru agung Gautama. Tapi Sidharta memilih
jalan lain untuk menemukan “Aku” yang sesungguhnya. Ia berguru kepada Vasudeva
si pengayuh sampan, Kamala sang pelacur, dan Kamawasmi si pedagang. Sidharta
adalah tentang kebijaksanaan yang bisa kita pelajari dari tempat-tempat tak
terduga.
v Celana, Joko
Pinurbo
Berpuisi sambil melucu tidak
gampang, di sini, Jokpin menunjukkan kelasnya sebagai penyair adiluhung
Indonesia. Satu yang paling saya gemari adalah Celana Ibu, yang barangkali sudah familiar di jagad sastra kita. “… Ketika tiga hari kemudian/ Yesus bangkit
dari mati/ pagi-pagi sekali Maria datang/ ke kubur anaknya itu, membawa/ celana
yang dijahitnya sendiri/ dan meminta Yesus mencobaya// ‘Paskah?’ tanya Maria./
‘Pas!’ jawab Yesus gembira ….” Puisi jenaka dan terkesan nakal bagi beberapa
teman saya. Tapi menurut Jokpin sendiri, inilah puisi yang mengungkapkan
ekspresi spiritualisme kritis sang penyair. Niat Jokpin sesungguhnya ialah
mengangkat sosok Maria yang marginal dalam diskursus keagamaan kita yang
condong patriarkis.
v Sejarah Estetika, Martin
Suryajaya
Daripada sejarah, saya lebih
suka menyebut buku tebal ini sebagai risalah panjang “filsafat estetika”.
Estetika sebagai salah satu cabang aksiologi dalam diskursus filsafat ilmu
sering luput dikupas tuntas, dan Martin, telah menyelesaikan tugas itu dengan
sebaik-baiknya. Seni bahkan sudah muncul sejak zaman prasejarah, sejak nenek
moyang kita masih menghuni goa-goa. Kapak dari batu yang dibuat simetris
dianggap karya seni, sebab diasah dengan presisi, dan zaman silam estetika tidak
hanya dianggap sebagai ornamen yang sedap dipandang mata, pun berdaya fungsional. Pertengahan membaca, buku
ini didominasi dengan produk seni dan sastra sosialis, yang menunjukan bahwa
Martin tidak terlepas dari latar belakang ideologis yang membayanginya.
v Tiba Sebelum Berangkat, Faisal
Odang
”Lidah hanya untuk
mengucapkan kata-kata. Sedangkan kebenaran bisa disampaikan dengan banyak cara
….” Segera setelah kalimat itu terlontar, mereka potong lidah Mapata, karena
hanya itu satu-satunya cara melumpuhkan ilmu kebalnya. Novel fiksi sejarah
Faisal Odang ini, tidak seteduh dan seromantis judulnya; ironi, tragedi, dan
marjinalisasi agama lokal yang ditindas oleh agama import adalah bangunan
cerita. Bila saya tidak terlalu kuat, mungkin saya akan mual lantas memuntahkan
isi lambung sebanyak-banyaknya. Meskipun begitu, novel ini benar-benar ciamik,
amat sayang bila dilewatkan. Faisal membuat saya iri, meski seumuran dengan
saya, tapi ia jauh lebih produktif dan telah menjadi ikon sastrawan muda tanah
air. Saya tertegur sendiri. Kenapa ya tidak mulai kebiasaan membaca-menulis
jauh lebih awal.
v Tsukuru Tazaki Tanpa Warna dan
Tahun-Tahun Ziarahnya, Haruki Murakami
Lagi-lagi saya temukan sosok
pria murung dalam karya Haruki Murakami. Kali ini namanya Tsukuru Tazaki,
seorang pria yang dulunya memiliki empat sahabat baik namun hubungan mereka
retak ketika Tsukuru pergi jauh untuk kuliah. Teka-teki Murakami bermula di
sana. Dan seperti biasa, remah-remah roti yang penulis tinggalkan di setiap
halaman justru membawa pembaca tersesat jauh ke dalam mimpi seksual tokoh
utama, kisah ganjil tentang seorang musikus, kisah cinta yang tak lengkap, dan
kegelapan pekat yang geliat-geliut mengikat bayangan Tsukuru sebagai hantu.
v Everybody Lies, Seth
Stepherd Davidowitsz
Kita menggunakan 2/3 hidup
dengan berbohong, sebagian besar tergolong kebohongan putih (white lies). Namun dalam era big data, satu-satunya ketika kita bisa
jujur setelanjang-telanjangnya adalah di depan mesin pencari digital. Seth
Stepherd merupakan seorang ahli statistik yang membuka fakta-fakta mengejutkan
soal jiwa manusia, dan apa-apa yang tersembunyi dari kehidupan nyata. Seth
Stepherd menghiasi beberapa titik tulisan dengan anekdot yang jenaka dan nakal
membuat saya tidak bosan meski memuat banyak angka dan diagram. Seusai membaca,
saya lebih penasaran bagaimana para data
scientis kita membuka tabir paling misterius dari inti rahasia hati
manusia.
v Masyarakat Terbuka, Karl
Popper
Karl Popper merupakan
ilmuwan sosial yang menajamkan pisau argumentasinya melawan musuh masa depan
demokrasi: masyarakat tertutup. Popper menyerang tradisi filsafat yang telah
mapan selama berabad-abad lamanya. Ia menyerang Plato dengan politik
regresinya. Ia cemooh bahwa Plato hanyalah mantan pegulat yang tidak bahagia,
yang capek-capek membikin Republic hanya agar ia menjadi kandidat tunggal raja
selanjutnya. Ia pun mengkritik Hegel, Aristoteles, Herakleitos, dan Marx.
Kendatipun menghajar utopia Marx sampai babak belur, ia masih menyimpan simpati
ke sang nabi komunis itu. Bagaimanapun, kata Popper, legasi yang patut kita
pikul dari jejak pemikiran Marx adalah empati kemanusiaannya.
v Tsumma Ihtadaitu, Muhammad
At Tijani as Samȃwi
Sudah lama saya tidak
membaca buku yang dalam ilustrasi Kafka, “… seperti kapak yang menghantam
samudera es dalam kepala kita.” Tijani mengoyak tabir sejarah yang mengisi
kepala saya dengan kabut hitam kekuasaan Hijaz dari masa silam. Fakta-fakta
dibongkar ke depan teks, berdasarkan dalil rasional, dengan riwayat-riwayat
yang adil dan berimbang karena referensinya disepakati oleh ahlul sunnah wal
jamaah maupun ahlul bait. Buku ini adalah autobiografi pengembaraan intelektual
Tijawi dari Tunisia, Saudi, Baqi, Irak, sampai Najaf, sekaligus teks yang
mengantar kita berziarah spiritual ke dalam inti lubuk kebenaran yang tak
banyak dibicarakan. Sebagaimana ujar sang Rasul, “Katakanlah kebenaran walau
pahit” yang membuat saya ingat aforisma Nietzche, “Amor fati fatum brutum.”
v NKCTHI, Marchella
FP
Beberapa teman yang kenal
saya barangkali tidak menyangka saya membaca buku semacam ini. Tapi
bagaimanapun juga, ini lis buku yang sangat subjektif. Memang benar teks di
dalamnya dihiasi kutipan-kutipan singkat. Di Youtube bahkan ada versi
audiobook-nya yang berdurasi dua puluh menit kalau saya tidak salah ingat. Tapi
saya mendapat pengalaman visual lebih kaya lewat buku ini, sensasi yang pernah
saya rasa ketika baca kumcer Endorphin. Wajar Angga Sasongko dapat menyusun narasi
dalam kepalanya hanya lewat kutipan pendek yang berkelabat cepat di tiap
halaman. Ini buku yang bagus sekali dijadikan hadiah untuk orang terdekat Anda.

0 Komentar