1.    Tuhan Maha Jenaka

Tuhan punya selera humor yang ganjil, terkadang bisa tampak begitu garing. Seperti seorang stand up comedian yang leluconnya terlalu cerdas satu abad lebih cepat. Kita akan terpingkal dengan lelucon-Nya biasanya ketika kita sudah berjalan terlalu jauh ke depan waktu, dan menyadari, setiap hal yang patah arang dan tampak berantakan bahkan bisa kita tertawai dengan cara paling girang—dengan volume tawa yang bahkan tidak pernah kita duga bisa segelak itu.

2.    Tuhan Maha Cool

Pernah tidak kalian berdoa kepada Tuhan, tetapi doa itu tidak kunjung juga dijawab. Tentu saja yang Maha Mendengar tidak mungkin tak mengetahui; Dia bahkan tahu apa yang kita inginkan jauh sebelum kita menyadari keinginan itu. Tuhan memang begitu, Dia begitu cool. Tapi se-cool apapun Dia, sesungguhnya, Dia care kepada kamu. Ia tidak menjawab doa dengan kata-kata atau firman yang berupa teks. Ia menjawab doa kamu dengan cara paling elegan. Nasib saat itu, tampak seperti rubik yang hanya butuh tiga langkah untuk paripurna warnanya.

3.    Tuhan Maha Puitis

Tidak ada yang punya naluri berasmara seromantis Tuhan. Tuhan bisa memahat kata-kata yang mengandung perintah etis sekaligus nuansa estetis dalam sekali waktu. Tuhan adalah penyair pertama manusia. Aksara yang dia pakai begitu simetris sebagaimana rima atau alusi yang membentuk bahasa yang presisi. Alam semesta adalah aksara-Nya. Bahkan sebelum sabda suci terkodifikasi dalam bentuk teks, sang malaikat pembawa tanzih cahaya sudah memerintahkan iqra kepada rasul kesayangannya. Ketika itu, sang rasul sebenarnya lagi berpuisi dengan aksara Tuhan, mengeja huruf-huruf yang menggelantung di antara celah materi dan cahaya.

4.    Tuhan Maha Woles

Kita bisa saja berlaku semena-mena laiknya secuplik puisi sang penyair: “… tuan Tuhan bukan? Maaf saya sedang sibuk.” Kita memang makhluk yang pragmatis: kita datang ketika ada maunya dan pergi sesudah Tuhan membantu kita, kemudian siklus itu akan terjadi berulang kali seperti ular yang mengejar ekosrnya sendiri. Tapi Tuhan woles-woles saja. Seperti kata seorang bijak yang pernah menjadi presiden, Tuhan memang tidak membutuhkan kita. Kenapa ia harus marah kalau kita menggampangkan kasih sayang Dia. Toh yang rugi kita sendiri bukan? Tuhan woles-woles saja. Ia tetap akan mendengar doa kita yang mengalir bersama kristal yang mencair di mata kita.

Ia akan mendengar doa kita, tetapi dia masih woles, karena Dia pikir, ada orang yang doanya lebih gigih yang mesti diprioritaskan ketimbang kita hanya tahu datang dan pergi sesuka hati.

5.    Tuhan Maha Peka

Seorang kawan pernah merasa tersuruk di masa-masa gelap anak kos, yakni akhir bulan. Kebetulan saat itu Jumat. Dompetnya sudah mengering, hanya tersisa beberapa keping logam yang bila dimerincingkan tidak akan menimbulkan keributan yang mengganggu. Ia menghitung beberapa keping itu yang bahkan tidak cukup untuk membeli satu bungkus nasi dan telur dadar. Saat-saat begitu, sebutir nasi tiba-tiba kok rasanya jadi begitu mahal. Sepanjang jalan dari kampus ke indekos ia meratap nasib sebagai anak yang tidak lahir dari keluarga kaya. Tak dinyana, seorang perempuan tua menyodorkan sisa bungkus pop mie di hadapan mukanya, dengan spontan ia menyerahkan semua keping logam di kantongnya, seluruh uang yang tersisa dalam hidup dia bulan itu, kepada si pengemis. Que sera, sera.

Sesampainya di indekos, ia dikontak kawan baiknya karena berita baik. Ia baru saja ditawarkan proyek mendesain sebuah acara besar. Sebagai pembukaan, sahabatnya mau mentraktir dia seharian untuk minta bantuan. Uang telah habis, tetapi rezeki bukan hanya dari materi, pun dari teman-teman yang pengertian. Setelah tersenyum tipis pada pesan itu, ia mengambil handuk, mandi, dan bersiap-siap menuju masjid. Suara gesekan sandal jepit dan aspal jalan terdengar seperti gesekan biola Paganini di telinganya. Tuhan benar-benar peka. Ia sudah mengabulkan doa kawan saya bahkan sebelum kawan saya meminta.