My Bed (1998) - Tracey Emin
 

1.      Truman Show (1998)

 

Bayangkan hidupmu ternyata adalah reality show, dan dunia di mana kau tumbuh adalah studio raksasa, kau hanya pemeran utama dalam acara TV yang tak pernah kau pilih. Film ini berkisah tentang Truman yang sejak lahir sampai berumah tangga ditonton oleh seluruh orang di seantero dunia tanpa ia ketahui. Truman di mata saya tampak seperti epik Yunani yang hendak melawan kehendak para dewa demi merenggut kehendak bebasnya sendiri. Ini film Jim Carrey favorit saya di samping Eternal Sunshine of Spotless Mind.

 

2.      Taxi Driver (1976)

 

Diperankan Robert De Niro muda dan diarahkan Martin Scorsese, Taxi Driver jelas tidak membuat saya kecewa. Bergenre Psychological Drama, kita diajak untuk masuk ke kepala Travis Bickle yang sangat sepi di sekujur jalanan New York tengah malam. Hidup sendirian, tanpa pasangan hidup, dan terasing dari sosial membuat kesepian menjadi satu-satunya yang paling akrab dengannya. “Kesepian menelik seluruh kehidupan saya. Di bar, di mobil, di trotoar, pertokoan, di mana pun. Tidak ada jalan untuk melarikan diri darinya,” Travis membatin. Dari film ini pula saya tahu istilah anti-hero dalam film, yakni permainan perspektif di mana kita mempertanyakan kembali apa garis batas demarkasi antara protagonist dan antagonis.

 

3.     12 Angry Man (1957)

 

Dua belas juri dari negeri Anglo-Saxon diminta berunding untuk menentukan nasib seoarng anak yang dituduh melakukan pembunuhan. Film ini hanya punya satu latar tempat, yakni ruangan yang pengap oleh perdebatan dua belas orang tentang perspektif dan kebenaran. Untuk yang tak terbiasa menonton film yang dipenuhi dialog, film ini akan tampak membosankan. Tapi bila kita punya sedikit kesabaran dan menyelami satu per satu argumentasi, latar belakang sosial, dan situasi kebatinan dua belas orang itu, kita akan memahami betapa manusia begitu kompleks sebab tak sekadar daging dan tulang belulang belaka. 12 Angry Man mengajak kita ikut berargumentasi, menggeledah setiap bias kognitif yang selalu bekerja tanpa kita sadari dalam diri.

 

4.     Ikiru (1952)

 

Satu dari Film Akira Kurosawa yang paling saya suka. Ikiru atau dalam transalinya ke Indonesia sebagai “ada untuk hidup”, berkisar tentang seorang birokrat tua yang sudah seperti zombi. Hidupnya sebisu kertas-kertas yang ia beri cap setiap hari. Suatu ketika, di rumah sakit yang menguarkan bau tidak menyenangkan untuk orang tua, ia didiagnosis menderita kanker perut yang tak ubahnya vonis mati zaman itu. Di ujung hidup, sang tokoh utama menyadari bahwa ia belum kenal apa itu bahagia. Ikiru adalah pencarian manusia terhadap kebahagiaan yang tak dapat ditebus oleh sake, tarian, dan praktik hedonis lainnya. Film ini membuat saya banyak terkenang Mersault dalam Mati Bahagia karya Albert Camus.

 

5.     Bicycle Thief (1948)

 

Tidak pernah terpikir kepada saya perkara kehilangan sepeda bisa menjadi hidup dan mati seseorang. Ini kisah tentang masyarakat miskin urban yang isi dapur sehari-hari ditentukan oleh sepeda mereka. Ini film tentang mencari kembali sepeda yang hilang. Ketika ia melapor ke kantor polisi, polisu justru merespon: “Cuma sepeda ….” Cuma sepeda, katanya. Tapi “cuma sepeda” itu bisa sepantar dengan lencana sang polisi atau bisa sepadan dengan Ferrari. Dalam Bicycle Thief, kita bisa lihat bagaimana kemalangan nasib bisa mendesak seseorang untuk menjelma menjadi sosok yang tak ingin mereka pilih.

 

6.     Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004)

 

Ditulis oleh Charlie Kaufman yang belakangan banyak mencuri perhatian saya, film yang diperankan Jim Carrey ini mengajak kita tersesat di tengah ingatan cerita namun sekali waktu menikmati keterjebakan itu. Saya teringat tokoh dalam Kitab Lupa dan Gelak Tawa, novel Milan Kundera, yang menyajikan seseorang yang berusaha menyusun kembali ingatan demi ingatan kepada mendiang suaminya. Lupa adalah kematian eksistensial yang mendahului kematian biologis, dan Jim Carrey dalam film ini, berusaha membangkang dari kematian macam itu.

 

7.     Shawshank Redemption (1994)

 

Meski sudah berusia hampir dua dekade, film ini masih bertengger sebagai satu di antara sedikit film terbaik sepanjang masa. Shawshank Redemption juga salah satu film yang bahkan saya tonton lebih dari tiga kali. Saya biasanya menonton ini apabila energi saya berharap terasa lindap dan sekarat.