Mungkin sudah basi sekali, tapi mau bagaimana lagi, cinta pertama saya memang kepada Ibu. Ia rumah pertama, dalam arti harfiah maupun metaforis. Rahimnya adalah madrasah di mana jari jemari saya belajar menumbuhkan diri, tulang belulang saya dirakit, sampai roh saya siap ditiupkan. Lembut debar jantungnya adalah musik pertama yang saya dengar. Ia tak pernah mengusir saya meski saya suka iseng menyepak perutnya. Saking nyamannya saya tinggal di rumah pertama itu, saya pun menolak keluar pada waktunya. Konon usia kehamilan ibu lebih dari sembilan bulan. Takut kehilangan adalah salah satu tolak ukur saya kalau saya menghibati seseorang. Tangisan pertama yang disaksikan dunia adalah perasaan takut kehilangan rumah pertama itu.
0 Komentar