The-Human-Condition-1933-Rene-Magritte


Sulit sekali mendeskripsikan diri sendiri. Bahkan setiap kali saya bercermin, yang saya lihat justru bayangan ego saya, dan saya ragu, apakah ego saya sama dengan diri saya sendiri?

 

Saya pun mengikuti beberapa tes kepribadian yang banyak bisa kita dapati di jagad internet. Walaupun saya sebenarnya skeptis, dan enggan didikte oleh apa pun hasil yang muncul, tapi setidaknya ada patokan.

 

Ada pengalaman yang cukup reflektif. Kadang-kadang ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan di tes kepribadian, saya selalu bertanya ke diri sendiri: apakah jawaban yang saya ambil benar-benar menunjukkan kepribadian saya atau apa yang saya harapkan ada di dalam kepribadian saya? Dan dua itu tentu saja bukan hal yang sama.

 

Selama mengikuti berbagai macam tes ini, hasilnya cukup konsisten. Kalau pun ada perubahan, biasanya hanya berupa pergeseran-pergeseran kecil. Jawaban paling kerap muncul adalah ENFP (Ekstrovert, Intuition, Feeling, dan Perceiving). Tapi saya kesal dengan hasilnya. Karena bila betul tebakan tes MBTI ini, berarti saya selama ini salah orang. Saya justru kerap mengira kalau saya ini introvert, saya juga kerap berpikir terlalu rasional dan logis. Ataukah saya kesal karena saya sebenarnya orang asing untuk diri saya sendiri?

 

Barangkali saya memang orang asing bagi diri saya sendiri—lagi pula, apa sih diri itu sebenarnya? Diri adalah konsep yang begitu niskala. Apakah saya hanya himpunan dari ingatan-ingatan saya? Maka saya pasti bukanlah saya ketika masih berusia satu tahun atau tujuh belas minggu di dalam janin sebab sama sekali tidak bisa mengingat pengalaman saya saat berusia demikian. Saya juga bukan tubuh fisik saya. Sejak lahir sampai hari ini, sel darah saya mengalami regenerasi berkali-kali, banyak tulang yang tumbuh, dan perawakan fisik telah banyak berubah. Diri saya seperti teka-teki perahu Theseus; telah berkali-kali tubuh fisik saya dirombak, maka saya bukan lagi saya setiap hari.

 

Saya lupa dari siapa, tapi sepertinya itu pepatah Jepang kalau ingatan saya tidak berdusta, katanya semua orang memakai topeng. Tapi bisakah di depan cermin, dalam keadaan paling telanjang pun, di suatu kamar yang terkunci rapat, kita bisa melihat wujud sejati diri kita? Pernah saya mengalami momen yang aneh sekali. Di depan cermin saya membuka topeng sosial saya, lalu saya justru bingung karena tidak mengenali sama sekali orang asing di balik topeng itu.

 

Mungkin saya tidak tahu saya ini siapa. Saya hanya sok tahu saja. Saya juga tidak percaya dengan hasil tes yang mendikte kalau saya punya jenis kepribadian ENFP. Ataukah memang punya jenis kepribadian ENFP namun menyangkalnya? Saya tidak tahu. Mungkin ini ada hubungannya dengan kesukaan saya kepada misteri. Saya senang dengan tanda tanya. Barangkali juga, jauh di dalam diri saya yang entah di mana, saya ingin percaya dalam-dalam, kalau saya adalah orang asing, agar saya bisa terus berlari ke dalam diri, dalam solilokui, mencari diri saya dalam hitam gelap ruang dengan mata tertutup dan tangan terikat.