Estimasi membaca: 30 menit.
Soekarno adalah figur pertama yang saya kagumi. Saya masih ingat betul, waktu sekolah di SDN 1 Sinindian, sering saya mencuri waktu untuk membaca di ruang kepala sekolah. Buku kegemaran saya adalah buku grafis tentang sejarah singkat Soekarno. Ada satu gambar yang bertahan lama sebagai kesan kuat, Soekarno muda lagi berbicara dengan pakaian putih kelabu di depan orang banyak. Ia diperkenalkan sebagai orator ulung, yang kata-katanya, bisa berisiko penjara.
Beranjak SMP, saya justru mengagumi Yngwie
Malmstein. Konon ia dijuluki gitaris dengan jemari paling cepat di dunia. Ia bahkan
pernah memainkan arpegio, berkompetisi siapa yang lebih cepat antara jemarinya
dan rambatan api di sekujur tali gitar. Dalam satu pengakuan Yngwie, ia sangat
dipengaruhi violinis yang dijuluki the
devil violinist, Nicolo Paganini, yang hari ini mendorong saya ingin
belajar main biola.
Selama sekolah, saya banyak mengagumi
guru-guru saya. Saya kagum kepada mantan kepala sekolah SD saya, seorang
Katolik yang tabah dan cekatan, yang setia mendedikasikan diri meski sekolah
kami pernah disebut koran lokal sebagai sd yang nyaris roboh. Di SMP saya kenal
Pak Sule, guru matematika kami. Darinya saya belajar empati. Pernah ia masuk
kelas dan langsung menebak siapa saja yang tidak sempat membikin PR matematika,
anak-anak yang disebut namanya langsung garuk-garuk kepala merasa seperti
kucing basah, dan saya salah satunya. Di SMA, saya kenal Bu Rukmini, mantan
wali kelas, sekaligus guru ekonomi. Ia orang yang ketat dengan akuntansi. Saya
kagum pada sikap egaliterianismenya, ia pernah menyambut saran saya dengan
hangat ketika mengusulkan kegiatan belajar mengajar di luar kelas (seperti
Aristoteles mengajari Alexander). Sedihnya, Bu Rukmini harus pindah ke SMK 1
Kotamobagu sebelum proyeksi itu tereksekusi. Saya merasa kehilangan saat itu.
Dalam dunia tulisan, sampai hari ini saya
pengin menyangkal pikat Goenawan Mohammad dalam diri saya, tapi seperti jerat,
saya sulit lepas darinya. Esai GM punya daya sihir yang sukar kita tolak
godaannya. Butuh waktu lama bagi saya, untuk mencari gaya tulis dan gaya pikir
yang baru, ada semacam rasa malu karena saya tergolong satu dari banyak orang
yang membebek kepadanya, dan itu sama saja dengan tidak memberikan satu yang
baru untuk dunia ini. Perlu satu-dua tahun untuk melirik gaya tutur berbeda:
saya pun ketemua Seno Gumira Ajidarma, Dea Anugerah, Kurt Vonnegut, Allain de
Botton, Puthut EA, Zen RS, dan banyak lagi yang tidak saya ingat dengan terang.
Di atas itu, GM tetap layak mendapat penghargaan atas dedikasinya yang tak
kenal lelah melahirkan tulisan-tulisannya.
Di bidang musik saya kagum dengan Wagner,
semata karena ia dikagumi Schopenhauer & Nietzche saja. Saya belakangan
mulai suka lagi dengan Albert Camus atas keberaniannya menyatakan hidup ini
absurd sebab tanpa makna, dan kita adalah makhluk yang memberontak dari absurditas
yang tak terelakkan itu. Saya mulai suka pada Jonathan Haidt, ia membuka jalan
untuk rasa penasaran pada dunia psikologi evolusioner, sains kognitif, dan
neurosains. Nelson Mandela juga mempengaruhi hati saya untuk lebih terbuka
dengan maaf di hadapan masa lalu yang berat. Saya kagum juga kepada Haruki
Murakami, Milan Kundera, dan Henri Magritte: tokoh-tokoh surealis yang
membimbing saya untuk berani berpikir dan berimajinasi di luar batas-batas
realitas, menyerempet sedikit tapal batas kegilaan-kewarasan, & melihat
mimpi sebagai cara inti batin berbahasa kepada kita. Dalam dunia Islam, saya
mengagumi Ali Harb, ia seperti Nietzche di dunia Islam, ia menginspirasi saya
untuk melihat kebenaran sebagia proses yang tak pernah final.
Namun dari banyak nama itu, saya tidak
ingin menjadi fanatik. Saya punya kebiasaan menahan diri, lantas memalingkan
wajah ke nama lain yang benar-benar asing untuk saya eksplorasi justru ketika
saya mulai cinta buta kepada nama-nama itu. Itu membantu saya tidak terjebak
dalam atavisme, laku memberhalakan seorang figur yang dikagumi. Kekhawatiran
terhadap atavisme ini menolong saya melihat seseorang tanpa bias, dengan
keadilan perspektif yang terawat baik dalam kepala.

0 Komentar