Estimasi baca: 3 menit.
Kecemburuan adalah sesuatu yang paradoks
dalam diri kita. Santo Agustine berkata, “ia yang tak cemburu adalah ia yang
tak punya rasa mencintai.” Kita juga kenal O. J. Simpson: “Katakanlah saya
melakukan kejahatan ini [membunuh Nicole Brown Simpson]. Bahkan bila saya
melakukannya, saya pasti akan melakukannya karena saya teramat menyayanginya,
bukan?”
Perkara ini menuntun David Buss, seorang
biolog evolusioner menyoal, kenapa kiranya emosi yang terkoneksi dengan rasa
cinta dapat membimbing kita menuju kekerasan?
Terdapat banyak eksplanasi untuk
kecemburuan, semisal neurosis, kerusakan karakter, atau patologi. Dalam
beberapa hal, kecemburuan kronis bisa saja kita sebut sebagai patologi.
Meskipun begitu, kecemburuan ikut
berevolusi dalam diri manusia. Memang dalam biologi evolusioner, tidak ada
modul mental yang tidak berevolusi tanpa alasan. Salah satu fungsi cemburu
adalah mencegah ketidaksetiaan terjadi sebab ketidaksetiaan tersembunyi dalam
kerahasiaan besar—orang-orang tentu saja tidak akan pamer di media sosial kalau
mereka punya kekasih gelap. Mencegah ditinggalkan pasangan seksual potensial
akibat kekenesan yang tak perlu. Sebagai sinyal akan komitmen yang kuat. Dan
meningkatkan kepastian garis keturunan—perempuan sudah pasti merupkan ibu
seratus persen dari sang anak, tapi di zaman dahulu (sebelum ada teknologi
mumpuni), apakah jaminan bahwa anak tersebut adalah anak sang bapak?
Kecemburuan dalam bingkai perbedaan jenis
kelamin juga menarik untuk kita perhatikan. Di sini, Buss mengajak kita
membikin eksperimen pikiran. Bayangkan pasangan romantis Anda berselingkuh
entah secara seksual atau emosional. Anda lantas marah. Tapi marah kenapa?
Karena aspek emosional ataukah seksual? Dalam hal ini, laki-laki secara
fisiologi lebih stress apabila diselingkuhi secara seksual karena itu adalah
petunjuk atas ketidakpastian garis keturunan, dan perempuan lebih stress karena
diselingkuhi secara emosional karena itu adalah petunjuk atas hilangnya
komitmen dan sumber daya jangka panjang. Hal ini bisa kita ketahui dari
aktivitas elektrodermal, tekanan darah, derap jantung, dan lewat EMG.
Namun dalam kecemburuan kronis yang
patologis, ia bisa saja menjelma kekerasan. Fungsi dari kekerasan terhadap
partner, secara biologis, diharap dapat mencegah partner dari perselingkuhan,
atau meninggalkannya, atau merusak rasa percaya diri pasangan.
David Buss lantas menyertakan alarm tanda
bahaya untuk mengenali hal-hal demikian: ia tak lagi ingin Anda bicara dengan
seseorang berjenis kelamin berbeda, membatasi kontak Anda dengan keluarga &
teman-teman Anda, mencoba mencari tahu di mana dan dengan siapa Anda setiap
waktu, dan mengusik rasa percaya Anda terhadap diri Anda sendiri. Apabila
kecemburuan—yang di awal teks ini, paradoksnya, adalah juga tanda
cinta—menjurus ke hal-hal seperti di belakang, maka Anda harus mulai memberi
batas yang tegas dalam hubungan Anda.
Kecemburuan memang paradoks. Ia adalah
penanda cinta, yang terkadang distimulus secara strategis untuk meningkatkan
rasa kepemilikan satu sama lain. Ia juga berfungsi melindungi hubungan dari
ketidaksetiaan dan pencampakkan. Cemburu secara psikologis memang dikonfigurasi
secara berbeda dalam laki-laki & perempuan untuk memecahkan masalah adaptif
biologi kita. Namun juga, cemburu bisa menjelma gairah berbahaya yang dapat
menjurus ke kekerasan.

0 Komentar