The Sun, 1909 Edvard Munch



Jangan buru-buru. Hanya karena teman kita sudah di garis akhir lebih dulu, bukan berarti kita berada di lintasan yang sama. Setiap orang punya perlombaannya masing-masing, dengan aturan berbeda-beda, dan peta nasib yang tak sama. 

 

Sedih kita hari ini, adalah cara menentukan dan mengukur bagaimana mau berbahagia di masa depan yang jauh itu.

 

Marah kita hari ini, adalah cara meredam badai api dalam dada agar tidak ada korban terluka sehingga tidak perlu mengulangi trauma yang sama sekali lagi.

 

Ragu kita hari ini, adalah keyakinan yang menanti di ujung jalan petualangan dari pertanyaan demi pertanyaan yang sebenarnya sudah menjawab dirinya sendiri dalam diri kita.


Kita memang makhluk yang suka tergesa-gesa membuka ending di halaman terakhir. Sesampai di sana, kita tidak mengerti kenapa semuanya berakhir demikian.

 

Jalani.

 

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari menjalani alurnya.

 

Manusia suka tergesa-gesa. Kita suka mengintip halaman akhir, suka tidak sabar dengan alur. Pelan-pelan; sabar. Setiap cerita bagus diciptakan secara utuh.

 

Semua orang bisa takluk oleh waktu dan jarak. Tapi doa diciptakan, agar semua keterbatasan itu hilang.

 

Saya sudah cukup lama berdoa kepada seseorang. Hingga Tuhan akhirnya kasihan, dan menegur saya, karena berdoa untuk orang yang salah. Tapi tenang. Tidak apa-apa salah mengalamatkan hal-hal baik. Kita perlu tersesat, untuk belajar mencari jalan keluar dan belajar tak lagi tersekap di tempat yang sama berkali-kali.

 

Bukan salah kamu bila tidak terlalu bersabar. Bukan salah saya bila terlalu keras kepala. Sabarmu lebih pantas dihadiahkan ke orang lain dan keras kepalaku lebih layak menerima majikan baru. Kita tidak bisa memaksa satu pintu terbuka dengan kunci yang salah. Mungkin bisa. Tapi ada banyak kerusakan yang bakal menyita waktu berbahagia.

 

Menyembuhkan cidera emosional yang keliru adalah mengandalkan kelupaan. Belajarlah menerima dan memaafkan segala yang tak bisa kita kuasakan, sembari tetap memperbaiki kaki kita berdiri lebih teguh dan tangguh dari hari yang sudah-sudah. Agar cepat kita berlari. Jauh di sana, masih banyak hal-hal baik menanti kita daripada di sini yang tak lagi ada apa-apa.

 

Entah kenapa Desember kali ini saya merasa lebih Januari.

 

 

Catatan tambahan:

Tulisan ini dilahirkan seusai saya membaca NKCTHI, pada ujung tahun 2019 kemarin. Saya membacanya dua jam saja, sekali duduk, itu pun dengan beberapa kali diselingi renungan ringan. NKCTHI merombak sudut terhilir jiwa saya untuk bicara, untuk menyampaikan kata-kata yang lama bersarang di kepala tapi tak menemukan momen tepat untuk terucap.

 

Buku yang singkat tapi menyisakan jejak rasa yang tak cepat menguap.

 

~ 22 Desember 2019