IKHTIAR & TAKDIR


Kebebasan diartikan sebagai kemampuan untuk memilih sesuatu. Sedangkan kemerdekaan ialah kebebasan memilih berdasarkan hati nurani. Seseorang bisa disebut bebas kendati tidak merdeka, semisal, kita bebas mau mencuri atau membunuh, tapi kebebasan itu bertentangan dengan kemerdekaan karena dapat menyakiti hati nurani dengan rasa bersalah. Kita bisa bebas, tapi belum tentu merdeka.


Kemerdekaan adalah kondisi alamiah manusia (state of nature). Tindakan manusia merdeka disebut ikhtiar, yakni tindakan memilih berdasarkan hati nurani. Kebalikan dari kemerdekaan sendiri adalah perbudakan. 


Dalam perbudakan, kebebasan menjadi tiada. Dan ketiadaan kebebasan menyebabkan ketiadaan tanggung jawab. Hanya orang yang punya kapasitas bebas yang bisa mempertanggungjawabkan tindakannya. Katakanlah kamu menciptakan robot, dan robot itu kamu perintah untuk membunuh orangtua kamu. Robot itu tidak punya kebebasan karena ia tak punya pilihan lain selain mematuhi perintah. Maka menghukum robot itu bukanlah tindakan adil karena ia tak bebas dan terlepas dari tanggung jawab.


Karena manusia pada dasarnya baik (bab 2 NDP), maka manusia mesti meniadakan perbudakan dan memaksimalkan kemerdekaan. Namun kemerdekaan manusia juga bukan merdeka tanpa batas. Kemerdekaan kita dibatasi oleh takdir.


Takdir terdiri dari dua: takdir natural dan takdir sosial. Takdir natural meliputi hukum gravitasi, kausalitas, keterbatasan ruang-waktu, hukum gerak benda, kenyataan bahwa manusia pasti mati, dan lain-lain. Takdir sosial meliputi kenyataan bahwa manusia hidup berkelompok, kehadiran norma-norma, kebebasan kita yang dibatasi kebebasan orang lain, keberagaman identitas (al Hujurat: 49) dan lain-lain.


Meyakini takdir artinya mengakui keterbatasan manusia. Kebalikannya adalah, menyangkal keterbatasan. Mereka yang tak meyakini takdir dengan menyangkal keterbatasan bisa terperosok dalam bahaya. Misal kita mau terbang dan menyangkal hukum gravitasi (takdir natural), kita lalu memilih loncat dari gedung 300 tingkat. Akibatnya kematian prematur. Atau kita mau hidup sendirian dan menyangkal hidup berkelompok (takdir sosial) lalu menjalani rutinitas dengan mengisolasi diri. Akibatnya adalah kesepian, yang berujung pada depresi dan paling parah adalah bunuh diri.


Di hadapan takdir yang maha terbatas, manusia merdeka tidak menyangkal melainkan berikhtiar. Ikhtiar ialah mengatasi keterbatasan tanpa menyangkal takdir. Karena kita mau mengatasi gravitasi dan keterbatasan ruang-waktu (takdir natural), kita pun berikhtiar dengan menciptakan pesawat. Karena kita mau hidup lama dan enggan mati prematur, kita pun berikhtiar menciptakan ilmu kedokteran. Karena kita mau mengatasi keterbatasan bahasa karena keragaman identitas budaya (takdir sosial), kita pun berikhtiar mempelajari bahasa asing agar dapat membangun dialog lintas budaya. Karena kita mau membangun kehidupan sosial sehat dan enggan dirajam kesepian, kita pun berikhtiar menciptakan psikoanalisa dan metode terapi agar hidup selaras dengan masyarakat.


Ikhtiar dimestikan untuk mengatasi takdir yang terbatas. Lewat ikhtiar, manusia merdeka pun mengembangkan IPTEK atau sains untuk mengatasi takdir demi kebaikan individu dan masyarakat. Sebagaimana yang termaktub dalam Ar-Raad ayat 11 (kurang lebih), "... Tuhan tak akan mengubah nasib manusia sebelum manusia mengubah nasibnya sendiri…."


KETUHANAN YME & KEMANUSIAAN


Manusia yang merdeka adalah manusia yang membangun relasi dengan dunia (sosial dan alam) tanpa penyerahan. Manusia yang berserah pada dunia akan menyebabkan paganisme, yakni memberhalakan benda mati (seperti lembu emas) maupun figur tertentu (seperti berhamba kepada Firaun). Manusia yang menganggap dunia berserah kepadanya menciptakan tirani, secara sosial tirani itu menyebabkan kekuasaan mutlak (otoritarianisme) dan secara natural tirani itu menjelma sebagai antroposentrisme buta yang mengeksploitasi alam membabi buta tanpa rehabilitasi dan tak mempedulikan masyarakat yang terdampak.


Bentuk penyerahan itu mengakibatkan dehumanisasi yang sama artinya dengan menegasikan kemerdekaan manusia.


Satu-satunya penyerahan yang layak dilakukan manusia merdeka adalah menyerahkan diri pada kebenaran. Dan karena Tuhan merupakan sumber dari kebenaran dan merupakan kebenaran mutlak, maka manusia mesti menyerahkan dirinya pada Tuhan.


Meyakini bahwa manusia merdeka berserah pada  Tuhan disebut iman (believe). Tindakan berserah pada Tuhan disebut Islam (act). Dan orang yang beriman dan mempraktikkan Islam disebut muslim. Inilah landasan tauhid keislaman. Bahwa kita mengimani Tuhan sebagai sumber dan kebenaran mutlak seraya mempraktikkannya dalam Islam sebagai muslim. Kebalikan dari iman adalah syirik, yakni yang menyerahkan diri pada tirani atau berhala. Pelakunya disebut musyrik.


Sebagai manusia merdeka yang bertauhid, ikhtiar manusia mesti bisa mengejawantahkan nilai-nilai tauhid ke kerja konkrit (entah dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya). Dengan demikian tidak ada perbedaan antara yang duniawi dan ukhrawi, profan dan transenden. Mereka yang bekerja tanpa nilai atau yang menganut nilai tanpa mengejawantahkannya dalam kerja konkrit digambarkan dalam Asy Syura ayat 226 sebagai tidak berintegritas.


Merealisasikan nilai-nilai tauhid dalam kerja konkrit merupakan konsep amal. Sebagai manusia merdeka yang mendasarkan nilai-nilai pada Tuhan, beramal demi kemaslahatan manusia merupakan konsekuensi yang tak terbendung. Dengan kata lain, konsekuensi ber-Tuhan adalah berkemanusiaan, konsekuensi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Kemanusiaan Yang Adil & Beradab, konsekuensi iman adalah amal.



*CATATAN KRITIS


  1. Penemuan biologi kontemporer mengungkapkan kalau homoseksual tak cuma produk lingkungan (nurture) tapi juga alamiah (nature atau takdir natural). Bagaimana NDP melihat hal ini? Di sisi lain tradisi keislaman menganggap bahwa homoseksual itu kafir tapi beberapa orang memang ditakdirkan lahir dengan orientasi seksual yang tak heterogen. Fakta saintifik ini sekilas mengandaikan Tuhan menakdirkan beberapa orang lahir sebagai homoseksual sekali waktu menakdirkan seseorang untuk kafir sebab mereka tak punya kebebasan memilih orientasi seksual sejak lahir.

  2. Saya mendapati aroma Platonisme dalam NDP yang menganggap Tuhan merupakan sumber kebaikan dan kebenaran (yang juga diresepsi Ibnu Sina dan Al-Farabi pada Abad Pertengahan Awal). Di sisi lain, Cak Nur (yang kerap disebut intelektual daader NDP) menganut sekularisme yang merupakan ciri Ibn Rusyd. Apakah NDP pertama tak dapat mendamaikan kekacauan epistemik itu sehingga NDP Makassar Arianto Achmad mengartikulasikannya dengan sangat Platonis dan NDP Andito mengartikulasikannya dengan sangat Aristotelian?

  3. Terdapat gema Mohammad Hatta dalam Bab 4, di mana Hatta dalam Demokrasi Kita menganggap sila-1 sebagai prima kausa dari sila-2 dan seterusnya. Barangkali memang, Cak Nur hendak mengkorelasikan NDP dengan spirit Pancasila, tapi di sisi lain mengesankan bahwa Pancasila bersifat hierarkis–yang sekali lagi bersifat Platonis–karena sila awal lebih tinggi daripada sila selanjutnya. Ini bisa ditafsirkan dengan berkata kalau mereka yang tak berketuhanan yang maha esa seolah tak bisa mempraktikkan kemanusiaan, persatuan, kemufakatan, dan keadilan.

  4. Bandingkan permainan terminologis dalam Bab 4 soal Islam dan Muslim dengan kata-kata Muhammad Abduh ini: "Aku pergi ke Timur dan aku mendapati muslim tanpa Islam, dan aku pergi ke Barat lalu mendapati Islam tanpa muslim." Abduh tampaknya tidak melihat hubungan kausalitas antara islam dan muslim (seolah Muslim adalah akibat karena mempraktikkan Islam; tak bisa disebut muslim kalau tak berislam) tapi melihatnya sebagai relasi korelasional (muslim dan Islam identik, tapi bisa juga terpisah). Abduh melihat muslim sebagai identitas simbolis semata (seperti lelucon Islam KTP) dan Islam sebagai spirit atau semangat mengembangkan IPTEK. Komparasi ini bisa menjadi titik tolak menarik untuk merekonstruksi petualangan intelektual Cak Nur ke Barat lalu ke Timur (sesuai dengan pernyataannya di pengantar NDP) yang lalu ke Barat lagi untuk menyelesaikan disertasinya soal Ibn Taimiyah. Saya menduga kita bisa memperoleh patahan atau rupture yang membedakan Cak Nur awal dan Cak Nur akhir atau Cak Nur pra-NDP dan Cak Nur pasca-NDP.