Kebebasan bisa kita artikan sebagai ketiadaan paksaan dalam berkehendak atau memilih. Dengan definisi itu, kita dapat menariknya ke kategori kualitatif dan kuantitatif. Kategori pertama mengandaikan memilih dua pekerjaan dengan gaji 15 juta lebih baik daripada lima belas pekerjaan bergaji 2 juta. Kategori kedua mengandaikan memilih dalam menu dengan 15 makanan lebih baik daripada memilih dalam menu dengan 2 makanan.
Kategori-kategori itu bisa kita perluas ke kebebasan eksternal dan kebebasan internal. Kebebasan eksternal adalah kebebasan yang diproduksi oleh agen di luar diri kita, semisal negara yang menghasilkan produk hukum soal kebebasan beragama atau undang-undang hak asasi manusia yang diratifikasi dari bill of right. Kebebasan eksternal senantiasa dibuntuti oleh konsekuensi hukum atau moral yang ditegakkan agensi di luar kita apabila kebebasan itu dilanggar. Sedangkan kebebasan internal adalah kehendak atau pilihan yang berasal dari dalam diri, seumpama memilih mau menganut agama apa atau tidak menganut satu pun agama.
Salah satu tokoh yang mengangkat tema kebebasan dalam filsafat politik adalah John Stuart Mill. Pada 1859, pada zaman yang disebut Victoria, ia menulis buku On Liberty. Ia hidup dalam euforia Revolusi Perancis masih kental. Tirani dari minoritas pra-revolusi menyebabkan transisi ke demokrasi yang tampak lebih potensial ke tirani mayoritas. Mill juga mengkritik Calvinisme yang mementingkan kepatuhan sehingga individu tidak bisa mengekspresikan kebebasan personalnya. Bentuk aktual dari kritik pada Calvinis, adalah sikap Mill untuk menjadi agnostik.
Dalam On Liberty, Mill memberi dua maksim liberalisme. Pertama, individu tidak mempertanggungjawabkan tindakannya ke masyarakat. Apa yang dilakukan masing-masing orang pada dasarnya untuk kebaikan masing-masing individu. Kedua, ketika tindakan individu mengganggu kepentingan individu lain, maka tindakan itu dapat menerima konsekuensi sosial maupun legal. Pada akhirnya, Mill berkata kalau kita bisa melakukan apa pun sepanjang tidak mengganggu orang lain. Kata kuncinya adalah "mengganggu"–yang menginspirasi Jonathan Haidt buat mengembangkan Righteous Mind (Pikiran Sadik).
Sebagai salah satu raksasa intelektual dalam tema kebebasan, Mill tak lepas dari kritik. Utilitarianismenya dianggap bertentangan dengan liberalismenya. Katakanlah bila semua orang minus satu orang sepakat dengan satu opini, maka bagaimana dengan satu-satunya yang tidak sepakat dengan opini tersebut? Dalam maksim tindakan individual Mill, satu orang yang sendirian itu dibenarkan, tapi dalam kepentingan utilitarian Mill, satu orang tersebut bisa disalahkan karena tidak mengikuti prinsip kepentingan umum. Kritik lain kepada Mill adalah ia tak memberi pengertian jelas dan jernih soal batasan mengganggu orang lain. Sejauh mana sesuatu bisa mengganggu atau tidak mengganggu bisa begitu berbeda di hadapan pelbagai macam orang.
Tokoh lain berkenaan topik ini adalah Isaiah Berlin. Two Concept of Liberty merupakan judul kuliahnya di Oxford sepanjang 1958 yang kemudian dikompilasikan menjadi buku Liberty pada 2002. Ia membagi kebebasan menjadi kebebasan positif dan negatif. Kebebasan positif atau "bebas untuk" merupakan kebebasan untuk melakukan sesuatu dan menjadi majikan buat diri sendiri. Kebebasan negatif atau "bebas dari" ialah kebebasan untuk terlepas dari segala macam paksaan.
Meskipun demikian, Isaiah juga mengomentari implikasi tak diinginkan dari kedua kebebasan tersebut. Kebebasan positif memungkinkan seseorang menggunakan kebebasannya mengeksploitasi kebebasan orang lain yang artinya melanggar kebebasan negatif. Atau dalam istilah Isaiah, "kebebasan bagi tombak adalah kematian bagi ikan-ikan kecil." Problem kebebasan negatif sendiri adalah, setelah bebas, lantas apa yang akan kita lakukan dengan ketiadaan paksaan itu? Semisal, setelah capek memerdekakan diri dari kolonialisme, apa lagi yang perlu dilakukan dengan kebebasan?

0 Komentar