INDIVIDU DAN MASYARAKAT


Hak asasi manusia yang pertama dan utama adalah kemerdekaannya (bab 4). Dan sebagai makhluk sosial, manusia mesti merawat kemerdekaannya sebagai individu dan kemerdekaan individu lain dalam lingkaran masyarakat. Karena setiap individu merdeka, maka muncul bakat dan minat–atau bahasa hari ini passion–yang berbeda-beda untuk setiap orang (Al Zukhruf: 32).  Bakat dan minat yang beragam tak ayal menciptakan diferensiasi kerja di lapangan-lapangan ekonomi, sosial, dan kultural (Al Maidah: 48 & Al-Lail: 4). Diferensiasi dan spesialisasi kerja tersebut ditujukan demi kepentingan sosial.


Namun manusia sebagai makhluk individual dan sosial memiliki kecenderungan baik pun buruk dalam dirinya sendiri. Kebaikan tersebut tercermin dari keikutsertaan dalam diferensiasi kerja berdasarkan hati nurani yang pada gilirannya mengembangkan kemanusiaan dan kepentingan sosial. Tapi bila kecenderungan buruk lebih dominan sehingga hawa nafsu merajai hati (Yusuf: 53 & Ruum: 29), maka dapat terjadi paksaan dalam bekerja yang berakibat dehumanisasi. Agar paksaan bekerja tak lebih destruktif, NDP menghendaki manusia agar dapat memilih sendiri lingkungan serta pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.


Dorongan hawa nafsu itu ialah hasrat tak terbatas untuk menguasai dan memaksakan kehendaknya kepada yang lain, dan itu bertentangan dengan kemerdekaan manusia. Sebab hasrat yang tak terbatas atau kemerdekaan tak terbatas di satu pihak dapat mengisap dan merugikan kemerdekaan orang lain yang lebih lemag posisinya. Konsekuensi logisnya, terjadilah perbudakan. Karena itu, kemerdekaan seseorang mestilah dibatasi dengan kemerdekaan orang lain.


Perbudakkan bertentangan dengan prinsip keadilan dan kemerdekaan, dua prinsip yang saling menopang satu sama lain. Harga diri manusia adalah kebebasannya, sebab hanya yang bebas yang dapat bertanggungjawab; manusia tidak berharga dan tidak bernilai ketika kebebasannya direnggut. Prinsip keadilan sendiri ialah prinsip yang mengakui hak individu, dan pengakuan itu mesti ditindaklanjuti dengan pemenuhan hak agar kepribadian seseorang dapat berkembang.


Perbudakan tak ayal menyebabkan seseorang kehilangan hak dan kebebasannya. Individu yang diperbudak menjelma sebagai individu yang surplus kewajiban tapi defisit hak, dan individu itu tak punya kebebasan untuk tidak mematuhi kewajibannya pada majikan yang dikuasai hawa nafsu dan kemerdekaan tak terbatas.


Dengan demikian perbudakan mesti dilengserkan. Dengan itu, manusia pun mengoptimalisasikan kemerdekaannya untuk memenuhi hak-hak dirinya sebagai individu dan hak-hak masyarakat. Ikhtiar itu bukan kerja sendirian, melainkan ditempuh lewat gotong royong (al Maidah: 2). Gotong royong yang baik dan sesuai hati nurani bakal menciptakan masyarakat bahagia (masyarakat madani/civil society). Gotong royong yang buruk bisa berimplikasi ke oligarki dalam politik atau monopoli dalam ekonomi.


Gotong royong yang baik merupakan tugas manusia di atas lintasan sejarah. Manusia, entah secara individual atau sosial, mesti berikhtiar demi mengubah sejarah (bab 1) dari yang regresif menjadi progresif. Progresifitas atau gerak maju sejarah harus senantiasa bertujuan kepada Tuhan (Al Ankabut: 69) sebagai muara dan akhir segala sesuatu (bab 5). Tugas historis mengubah sejarah (relasi manusia dengan dunianya) selalu mengandung potensi ke akibat baik (pahala) dan akibat buruk (azab) entah di dunia (Zalzalah: 7-8) maupun akhirat (an-Nahl: 30).


Martabat dan nilai manusia terletak pada kemerdekaannya sebagai individu maupun bagian masyarakat. Ikhtiar dalam skala sosial mesti melibatkan gotong royong (al-Hujurat: 10) demi memenuhi hak dan memelihara kemerdekaan individu lain.


KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI


Kemerdekaan individu dan gotongroyong mesti diikhtiarkan demi masyarakat yang bahagia. Ancaman dari masyarakat yang bahagia ini adalah kemerdekaan tak terbatas pada satu individu berdasar hawa nafsu yang dapat menciptakan anarki atau keos. Untuk itu, manusia mesti menegakkan keadilan di muka bumi. Keadilan diupayakan dalam kelompok (Ali Imran: 104)–entah berupa intellectual organic Gramscian, sebagai mahasiswa, atau sebagai himpunan. Kelompok ini mesti memimpin dengan adil lewat memenuhi hak dan kemerdekaan yang lain.


Dalam negara sebagai organisasi masyarakat terbesar, tugas menegakkan keadilan diemban oleh pemerintah dan warga negara turut serta ambil bagian lewat proses demokrasi (demokrasi deliberatif Habermas?). Demokrasi dalam terminologi NDP meminjam definisi Abraham Lincoln: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dengan demikian rakyat merupakan penguasa tertinggi dalam negara yang mendelegasikan kekuasannya kepada pemerintah.


Taat pada pemerintah yang humanis dan menjunjung kebenaran sama artinya dengan taat kepada Tuhan dan Rasul (An Nisa: 59). Pemerintah yang demikian adalah pemerintah yang menegakkan keadilan secara distributif untuk ekonomi demi masyarakat yang adil makmur dan diridhai Tuhan.


Sebaliknya, terdapat juga pemerintah yang kemerdekaannya tak terbatas dan tak mengindahkan kemerdekaan warganya (monarki absolut Hobbesian). Pemerintah semacam itu justru lebih menegakkan ketidakadilan yang dapat memproduksi jurang kemiskinan. Mereka yang dizalimi oleh pemerintahan ini disebut dengan kaum musthad'afin yang di samping mereka perjuangan akan selalu menemukan kemenangan (Al Qasas: 3). 


Selain syirik, hal lain yang kontraproduktif dengan kemanusiaan adalah keserakahan (Humazah 1-3). Keserakahan yang sistemik merupakan kejahatan ekonomi karena menciptakan ketidakadilan dan kemiskinan yang tak lazim.


Tugas kita entag sebagai individu, atau kelompok, atau pemerintah, adalah mempraktikkan amar ma'ruf (gotong royong demi keadilan bersama musthad'afin) dan nahi mungkar (melawan kejahatan politik dan ekonomi). Keserakahan (kapitalisme otoriter) dan pemerintahan tak terbatas (totaliter) bukanlah bagian dari masyarakat yang berpangkal pada Tuhan dan kebenaran. Masyarakat yang serakah adalah masyarakat yang diperbudak oleh harta sehingga ia tak dapat beramal saleh. Lingkaran setan pun terjalin: buruh diperbudak pemilik modal, dan pemilik modal diperbudak modal.


Salah satu cara memutus mata rantai lingkaran setan itu adalah dengan pendidikan sebagai alat rekayasa paradigma sebelum rekayasa sosial. Selain itu, lewat salat (Al Ankabut: 45). Salat yang dimaksud bukan sekadar salat spiritual tapi juga salat sosial. Salat merupakan tiang agama dan bentuk pengabdian kepada Tuhan yang Mahabenar. Salat merupakan simbolisasi ekuilibrium antara hubungan vertikal dengan Tuhan lewat takbir di awalnya dan hubungan horizontal dengan masyarakat di akhirnya; karena itu mereka yang salat secara spiritual tapi tidak secara sosial disebut celaka oleh Quran. Tanpa salat, pengabdian bakal berujung pada sesuatu selain Tuhan yang menimbulkan kesyirikan.


Amar maruf nahi mungkar, pendidikan, dan salat, mesti diikuti dengan zakat. Memang dalam masyarakat yang adil terdapat hak milik pribadi yang mesti diorganisir lewat zakat (At Taubah: 60) apabila halal dan disita negara apabila haram (al Baqarah: 180). Dan hak milik pribadi tersebut pun mesti dimanfaatkan secara proporsional (Furqan: 67) dalam artian tak boros (Isra: 26-27) dan tak kikir (Muhammad: 38). Karena semua hak milik pribadi adalah pinjaman dari Tuhan (Yunus: 55) maka ia mesti didistribusikan demi kepentingan sosial dan tauhid (Nur: 23 & Hadid: 7). Dengan zakat atau waris, distribusi material bisa lebih egaliter dan hak milik tidak menumpuk pada segelintir oknum, sehingga potensi kapitalisme otoriter bisa dicegah.


*Catatan Kritis

  1. Roy Baumesteir menolak terminologi makhluk sosial kepada manusia karena terdapat binatang lain yang melakukan interaksi sosial selain manusia. Ia menawarkan istilah makhluk kultural.

  2. Gagasan bahwa manusia tidak boleh diperbudak mengandaikan pengakuan akan kehendak bebas yang bisa saja hilang. Penemuan saintifik belakangan ini menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya memang tidak bebas, sebab dideterminasi oleh gen, pengalaman masa kanak, lingkungan, mekanisme neurologis, dan materialis. Mazhab hard determinism ini menjadi tantangan untuk konsep kemerdekaan NDP.

  3. Penggunaan istilah diferensiasi kerja dan spesialisasi kerja dapat memperkaya pendekatan Adam Smith untuk mengembangkan NDP. Di sisi lain, NDP tak bersepakat dengan kapitalisme di bab 7, tapi di sisi lain sepakat dengan spesialisasi dan diferensiasi kerja yang merupakan basis teoritis bagi tangan tak kasat mata kapitalisme (invisibel hand).

  4. Definisi keadilan di sini tidak jelas, meski secara tersirat NDP menyatakannya sebagai distributif. Keadilan memang tidak punya makna tunggal dalam pelbagai diskursus, dan masih punya peluang dikembangkan.

  5. Ada ambiguitas posisi ekonomu NDP dalam bab ini. Ia tampak sosialis karena melawan kapitalis (tak jelas kapitalis macam apa yang dimaksud selain kapitalis yang di-frame Marx) tapi ia juga mengakui hak milik pribadi dan spesialisasi kerja yang merupakan basis teoritis Adam Smith si sokoguru kapitalisme.

  6. Dalam teori negaranya, jelaslah NDP berkiblat pada John Locke dan Rousseau dalam kontrak sosial dan anti-Hobbes. Pembahasan bab ini tak bisa dilepaskan dari evolusi kontrak sosial.

  7. Ada isyarat yang bisa ditafsirkan bahwa NDP melawan ketidaksetaraan, padahal ketidaksetaraan tidak sama dengan ketidakadilan. Kekacauan terminologis ini bisa berdampak besar. Akan menarik bila dikembangkan dengan debat Thomas Piketty dan Steven Pinker.