Salah satu wajah yang paling mudah Anda
ingat adalah wajah ayah Anda. Hal sama juga terjadi pada ingatan saya. Namun
berbeda dengan Elektra kompleks (oposisi Oedipus kompleks) antara anak
perempuan dan ayahnya, hubungan antara anak laki-laki dan seorang bapak adalah
hubungan yang berbelit-belit, kadang diselimuti keangkuhan yang hangat, dan
kerap bersembunyi di balik sosok ibu sebagai perantara cinta masing-masing.
Bahkan untuk menyebut kata “cinta” atau “rindu” kepada sosok bapak, bisa
membuat lidah seorang lelaki kelu.
Dalam bahasa laki-laki, cinta adalah
sesuatu yang feminin sebagai kata-kata. Justru karena itu, laki-laki menjadikan
diam sebagai perisainya. Cinta seorang laki-laki justru diaksentuasi lewat laku
dan tindakan. Lalu saya ingat, kadang kalau bapak belum tidur di atas jam
sepuluh, ia suka meminta saya mengoleskan balsam di punggungnya. Punggung bapak
begitu keras. Ketika saya pijit, walaupun sudah diolesi balsam yang membuat
kulitnya yang lebam lebih licin, tapi masih saja setebal tanah. Punggung itu,
adalah bahasa cinta bapak kepada saya.
Di punggung, kita tahu, urat-urat syaraf
seseorang terkumpul. Tulang belakang adalah sistem yang menopang organisme agar
bisa tetap tangguh berdiri di atas bumi. Tidak heran seorang kepala keluarga
kerap disebut sebagai tulang punggung keluarga. Sebagai anak, saya merasa
menerima kehormatan yang luar biasa besar, bisa diizinkan memijat tulang
punggung itu—meski jari-jari saya terasa patah dan remuk sekali setelahnya.
Dalam buku Ayah, novel klasik Rusia dari salah satu sastrawan anyar dari
negeri itu, yakni Ivan Turgenev, kita dapat membaca hubungan kebatinan yang
berkelindan antara seorang anak dan seorang ayah. Dalam ketegangan antara gaya
berpikir nihilistik dan aristokrasi yang coba diangkat sebagai dialektika
gagasan buku itu, kita dapat temukan sosok ayah yang diam-diam selalu khawatir
anak-anaknya tak dapat menemui mimpi dan cita-citanya. Dalam tradisi feodal dan
patriarki Rusia pada abad itu (novel tersebut memuat latar waktu abad ke-19),
mengekspresikan cinta sebagai seorang laki-laki adalah kutukan yang membuat
laki-laki terbelenggu egonya sendiri. Dan sampai hari ini pun, saya pikir kita
menerima warisan belenggu itu. Dengan demikian patriarki bukan sekadar
permasalan perempuan.
Relasi seorang anak laki-laki dan ayahnya
memang tidak gampang dijelaskan. Sejauh ini, salah satu lagu yang banyak sekali
menguras air mata saya adalah Bapak karya
Iwan Skuter. Lagu itu terang benderang mengekspresikan kerinduan dan rasa
kasih, melemaskan sedikit ego dan rasa malu sebagai laki-laki, lagu itu
mewakili ego yang tak dapat diakui oleh banyak laki-laki di muka bumi. Saya
satunya, merasa terwakili sekali.
Ada manusia yang paling ingin aku peluk
Tapi aku malu
Tidak juga malu sebenarnya
Hanya angkuh sebagai lelaki dewasa
Orang yang sepertinya tak peduli
Dengan apa yang ku lakukan
Diam-diam menanyakan kabarku
Diam-diam menanyakan siapa wanitaku sekarang
Diam-diam menanyakan segala hal tentangku pada ibu
Ada manusia yang paling ingin aku peluk
Tapi aku malu
Tidak juga malu sebenarnya
Hanya angkuh sebagai lelaki dewasa
Orang yang sepertinya tak peduli
Dengan apa yang ku lakukan
Diam-diam menanyakan kabarku
Diam-diam menanyakan siapa wanitaku sekarang
Diam-diam menanyakan segala hal tentangku pada ibu

0 Komentar