Ada tiga momen di mana orang
salah menebak siapa saya. Pertama, ketika itu lagi hujan di jalan Suci. Saya
dan Archam keluar membeli roti panggang di seberang jalan. Si penjual lalu
bertanya, “buat majikannya ya, Mas?” Pertanyaan itu membuat saya tersinggung.
Saya adalah majikan bagi diri sendiri. Tapi barangkali penjual itu mengira saya
pembantu karena hanya memakai kaos oblong cokelat dan celana basket.
Kali lain ketika duduk di
tempat jual mie kegemeran saya. Seorang mahasiswa datang dan mengira saya
penjual mie. Kali ketiga di warung Babe samping indekos saya. Seorang mahasiswa
datang dan membeli rokok, kepada saya. Saat itu memang saya memakai kaos oblong
polos dan celana basket. Betapa orang sering tertipu mengira saya penjaja
barang. Apakah pakaian yang saya gunakan memang mencirikan hal begitu? Bukankah
saya terlalu tampan untuk dikira seorang penjual mie, pembantu, atau penjaga
warung?
Duh, kalau saya punya ilmu
hitam, pasti sudah saya teluh orang-orang salah kaprah itu.
Pakaian, bagi seorang
psikolog bernama Robin Roseberg, adalah aspek komunikasi seseorang secara
cepat. Kostum berfungsi sebagai petunjuk atas peran apa yang kita mainkan di
dunia. Bagaimana kita berpakaian merupakan pesan dalam komunikasi tak terucap
antara orang-orang yang lalu-lalang di antara kita. Dengan melihat pakaian apa
yang kita kenakan, seseorang bisa tahu apakah kita lagi berpakaian dalam mode
public atau privat.
Namun kostum juga membuat
orang terjebak dalam kategorisasi sosial, disebut juga dengan Halo Effect. Kostum membuat orang lain
menjustifikasi diri kita hanya dari sampulnya saja. Karena memakai jenis
pakaian yang sering digunakan penjual mie, pembantu, dan penjaga warung, saya
pun dikira berprofesi seperti itu. Padahal saya mahasiswa biasa yang tidak tahu
menahu bagaimana mengerjakan hal-hal yang dikira dapat saya lakukan.
Gara-gara pakaian, kita
kerap keliru menilai latar belakang seseorang. Lihatlah orang yang berpaian
awut-awutan, dengan gampang kita anggap dia gembel. Seseorang di siang bolong
memakai dasi dan tuksedo, dengan gampang kita cap mereka sebagai pengusaha atau
pejabat. Dan lihatlah orang bertato, kemungkinan besar kita anggap mereka
criminal atau orang jahat. Padahal hari ini, orang jahat adalah mereka yang
biasanya bersetelan rapid an berdasi.
Terdapat kecenderungan bila
kita melihat seseorang berpakaian yang tak kita kehendaki, maka kita akan
merelasikannya dengan atribut negatif. Seperti orang bertato tadi misalnya. Ada
kejadian di mana seorang perempuan yang jogging dengan celana pendek dihajar
oleh orang kampong gara-gara dianggap tidak senonoh dan tak bermoral, seperti
pelacur kata mereka.
Dengan pakaian atau kostum,
kita bisa mengomunikasikan banyak hal menurut Robin Roseberg. Kita bisa
mengekspresikan atau menyembunyikan bagian dari diri ktia sendiri, menunjukan
peran apa yang tengah kita mainkan di tengah masyarakat, dan menstimuli
penilaian singkat yang kita inginkan dari orang lain.
Barangkali karena itu saya
suka memakai baju gres, seolah-olah alternative peran atau baju tersebut
berhasil dengan baik mengekspresikan bagian diri saya yang ingin orang lain
ketahui.
0 Komentar