“Bukankah dunia hanya tempat bermain &
senda gurau belaka …,” demikian yang tersitat dalam kitab suci itu. Hidup
memang tempat bermain. Kodrat kita sejak masa kanak-kanak adalah bermain. Mark
Rober dalam ceramah TED Talk berjudul Super
Mario Effect, bicara tentang pengalamannya mengasuh anak. Anak-Anak belajar
dengan cara bermain; anak-anak tidak peduli seberapa bodoh ia kelihatan ketika
tersandung lalu jatuh, ia tetap bangkit untuk belajar berjalan. Saat itu,
belajar & bermain tidak ada bedanya lagi.
Dalam Righteous
Mind, Jonathan Haidt mengutip Piaget & Lawrence Kohlberg yang meneliti
perkembangan kognitif dalam masa pertumbuhan anak-anak. Mereka tahu, bahwa
mengajari anak kecil soal konversi volume air adalah hal muspra—anak-anak yang
berusia di bawah enam dan tujuh memberi jawaban keliru dalam eksperimen
terkait. Cara terbaik yang dilakukan Piaget adalah ikut bermain dengan
anak-anak itu. Lantas membiarkan anak-anak itu mempelajari konversi volume
dengan cara bermain. Pemahaman kognitif yang bersifat abstrak tak bisa
diajarkan oleh satu otoritas ke anak-anak hanya lewat pengjaran. Anak-anak akan
tetap memahami itu ketika kognisi mereka mencapai usia tertentu, Cara terbaik
untuk mencapai pemahaman itu adalah membiarkan mereka bermain dengan teman sebaya
mereka, dengan cara empiris sejak belia.
Banyak gagasan-gagasan besar dan penuh
kedalaman yang bersembunyi di balik permainan masa kanak-kanak kita. Semisal
hom pimpa alaium gambreng yang biasa kita serukan untuk mengundi peran dalam
sebuah permainan, bila kita sarikan dari bahasa Sansekerta ke bahasa Indonesia,
ia bermakna “dari Tuhan dan kembali ke Tuhan”, yang dalam bahasa Arab-Islam
kerap kita kenal dengan “Laa Illah ha Ilallah”, sebuah pernyataan performatif
yang menegasi tuhan berhala (idolatri) seraya mengafirmasi tuhan sejati dalam
agama Islam.
Hadirnya pernyataan performatif berupa
kalimat syahadat dalam permainan masa kanak-kanak menjadi penanda kalau hidup
adalah permainan abadi. Dan sebelum kita memulai permainan yang senantiasa
diliputi senda gurau dan gelak tawa, syahadat dilafalkan demi memilih peran dan
tupoksi masing-masing pihak. Dengan demikian, proses menjalani hidup dari waktu
ke waktu menjadi lebih ringan.
Cara memahami ini adalah dengan main game
daring. Semakin lama saya bermain, dan semakin banyak kata-kata beracun yang
saya saksikan sebagai lalu lintas emosi dalam dada saya sepanjang bermain,
semakin permainan tidak lagi terasa seperti permainan, justru seperti teater
balas dendam yang berputas sebagai lingkaran setan. Saya lupa, kalau menang dan
menerima hadiah dari permainan bukanlah tujuan saya; tujuan saya bermain adalah
untuk bersenang-senang. Dengan menyadari kalau hidup adalah permainan dan senda
gurau, lalu lintas emosi negatif yang mengalir dalam diri kita bisa tereduksi
sedemikian rupa.
Gagasan ini saya kira telah diafirmasi
oleh psikologi tapi saya kesulitan mencari referensinya. Dengan meyakini bahwa
hidup adalah permainan, bahwa kesulitan kita akan bertambah sesuai dengan
banyaknya tugas yang kita lunasi, maka hari-hari akan bergulir dengan
menyenangkan. Mark Rober menyebut ini dengan Super Mario Effect. Baginya,
fokuslah pada tuan putrid an bukan dengan jurang demi jurang yang membuat Mario
(kita) kesal. Belajarlah lebih banyak lagi, dan beristirahat, bila emosi kita
telah cukup membuncah sampai bisa menutup mata hati.
0 Komentar