Taleb merupakan trader yang kerap bergelut dengan situasi di mana situasi memiliki
volatilitas yang tinggi. Lalu dia masuk ke dunia akademis, dan tidak ada
kategori ternyata soal volatilitas ini. Dia lalu membuat pelbagai macam
neologisme bahkan, hanya demi menawarkan gagasan bahwa lawan dari ketegapan (robust) bukanlah kerapuhan (fragile), melainkan anti-rapuh
(antifragile). Sikap antirapuh adalah sikap yang kerap berupaya mencari
keuntungan dari pelbagai kekacauan, asimetri, ketidakmungkinan, dan hal-hal
negative lainnya yang menghantui kita. Contoh paling sederhana dari praktisi
antirapuh adalah para wiraswasta.
Taleb memberi analogi untuk membantu
memahami pokok gagasannya. Ia berkata bahwa para turis menghendaki stabilitas
dan kepastian. Namun para petualang justru mencintai ketidakpastian dan
keacakan. Dalam hidup, kita mesti berperan sebagai petualang alih-alih Cuma
sekadar turis. Maka hidup akan menjadi seratus kali lipat lebih menyenangkan.
Ketidakpastian di sini artinya menerima
stressor. Stressor itu bisa berarti kekacauan, entropi, atau ketidakpastian itu
sendiri. Organisme, menurut evolusi, justru berkomunikasi dan bertumbuh
berkembang dengan lingkungan via stressor bukan via kestabilan.
Kita semua oleh Taleb, harus terekspos
oleh stressor. Tanpa terekspos oleh stressor, kita akan tumbuh sebagai anak
yang lebah. Dan ini adalah masalah bagi masyarakat kita yang terobsesi untuk
mengeliminasi stressor. Stressor memang akan tampak dua kali lipat lebih
mengerikan daripada yang sebenarnya. Di sinilah Taleb berkata, bahwa alih-alih
menerima stressor seratus persen, kita justru lebih baik mem-breackdown stressor besar menjadi
stressor kecil. Semisal soal gym. Dibanding mengangkat 50kg barbell dalam
sekali angkat lebih baik kita mengangkat 1kg barbell 50 kali. Setelah itu kita
menaikkan level stressor menjadi 2kg sebanyak 25 kali, 5kg sebanyak 10 kali,
25kg sebanyak 2 kali, sampai akhirnya kita bisa mengangkat 50kg sekali.
Ketika bicara soal stressor, Daniel
Kahneeman menyanggah, bahwa evolusi justru menyatakan bahwa kita berevolusi
demi menghindari stressor. Dalam menjawabnya, Taleb mengingatkan kembali buku
berjudul Randomness, dan berkata
bahwa keacakan memang buruk sebagaimana buruknya stressor. Tapi yang perlu kita
ingat dari stressor, adalah skalabilitasnya. Stressor besar memang buruk
(mengangkat 50kg barbell sekali angkat) tapi stressor kecil bisa menguntungkan
(mengangkat 1kg barbell 50 kali). Konsep anti-fragile dan Black Swan adalah
tentang membuat kerugian kecil dan keuntungan besar. Dalam soal ini, Taleb
lantas merevisi trial & error, bahwa yang lebih tepat adalah trial & small error.
Dalam diskusinya dengan Daniel Kahneeman,
Danny berkata bahwa Taleb seperti orang yang berlari melawan arus berpikir
kebanyakan. Sebab orang-orang pada umumnya menolak ketidakpastian seraya
mengharapkan hidup penuh stabilitas. Meskipun dijawab Taleb, bahwa yang ia
sukai bukan ketidakpastian, tapi ketidapastian moderat.
Taleb sendiri berkata bahwa orang-orang
yang selalu pengin memprediksi masa depan adalah orang yang berlaku arogansi.
Probabilitas justru memainkan peran minor untuk masa depan. Di sini saya
teringat Derrida yang membagi dua jenis definisi yakni future dan l’avenir. Yang
pertama adalah jenis masa depan yang kita kira stabil, dan yang kedua adalah
jenis masa depan yang penuh keacakan. Taleb mengafirmasi yang kedua, dan
menyebut orang yang percaya hal pertama adalah orang-orang arogan.
Lantas bagaimana cara mengukur kerapuhan?
Kata Taleb, adalah dengan mengukur akselarasi kerugian. “Jika saya menabrak
dengan kecepatan 50 km/jam saya akan terluka. Tapi bila saya menabrak sebanyak
50 kali dengan kecepatan 1 mil kerugiannya akan sangat minimal,” demikian ujar
Taleb. Dalam konteks itu, akselarasi adalah kecepatan. Semakin tinggi
kecepatan, semakin rapuh sang subjek.
0 Komentar