Some Every - Katherine Gray


 

Saya sampai sekarang masih tidak berani membaca buku yang ditulis Derrida. Saya hanya membaca literasi sekunder saja sampai mengenalnya. Sebab Derrida, adalah filsuf yang sukar dimengerti. Saking sukarnya, Simon Morgan Wortham membuat kamus tersendiri untuk istilah-istilah yang digunakan Derrida, bertajuk Derrida Dictionary. Buku itu bisa kita jumpai di amazon.

 

Dekan di kampus saya, Pak Anthon, senang sekali mengutip Derrida dalam buku-bukunya. Saya tidak tahu apakah ada buku yang ditulisnya yang tidak mengutip Derrida. Keanehan cara berpikir Derrida bisa terilustrasikan setidaknya dari apa yang dikutip dekan saya itu: “Untuk memahami hukum, kita harus memasukinya sekaligus berada di luarnya.”

 

Paradoks. Dan membikin kepala pusing. Apa maksudnya? Bagaimana bisa berada di dalam sekaligus berada di luar hukum? Sebagai gambaran: itulah cara berkenalan dengan Derrida. Kita seperti terperosok ke tengah-tengah labirin rahasia bawah tanah. Tersekap di sana tapi sekaligus tidak bisa menolak sensasi kenikmatan rasa penasaran yang terus menerus menagih sebagai hasutan intelektual di benak kita.

 

Derrida lantas menerbitkan buku bertajuk On Grammatology. Grammatologi adalah neologisme yang sengaja diciptakan oleh Derrida untuk mengganti terminology semiology. Jacques Derrida memang gemar membuat neologisme-neologisme tersendiri yang barangkali karena itulah kita kerap dibikin bingung setiap menelusuri jejak-jejak pemikirannya.

 

Salah satu neologisme tersohor yang ia ciptakan adalah “differ(a)nce” dengan tanda igrek di atas “e”. Kosa kata ini digunakan untuk menggantikan kosa kata lama yang menurutnya terlanjur usang atau tidak lagi memadai untuk kiwari. Selintas kata differ(a)nce mirip dengan kata difference yang artinya “perbedaan”, namun differ(a)nce lebih dari sekadar perbedaan yang menunjukan ketidaksamaan dua hal. Lebih dari itu, differ(a)nce juga menunjuk pada kata “penundaan” yang tidak memungkinkan sesuatu hadir. Pengertian ganda ini dipicu oleh ambibalensi huruf a dalam differ(a)nce, yang memiliki dua makna tersebut dalam satu kata. Penggantian huruf e dengan a pada kata differ(a)nce, menurut Derrida merupakan strategi tekstual untuk menunjukkan watak ambigu bahasa.

 

Dengan demikian, bahasa begitu arbitrer; teramat taksa. Saking penuh ketaksaan, Derrida akhirnya menggunakan celah-celah sempit untuk menyisipkan neologismenya tersendiri agar keterbatasan bahasa itu bisa diterabas. Teks, dengan demikian, tak lebih daripada lapangan bermain bagi filsuf Perancis tersebut.