Saya sampai sekarang masih
tidak berani membaca buku yang ditulis Derrida. Saya hanya membaca literasi
sekunder saja sampai mengenalnya. Sebab Derrida, adalah filsuf yang sukar
dimengerti. Saking sukarnya, Simon Morgan Wortham membuat kamus tersendiri untuk
istilah-istilah yang digunakan Derrida, bertajuk Derrida Dictionary. Buku itu bisa kita jumpai di amazon.
Dekan di kampus saya, Pak
Anthon, senang sekali mengutip Derrida dalam buku-bukunya. Saya tidak tahu
apakah ada buku yang ditulisnya yang tidak mengutip Derrida. Keanehan cara
berpikir Derrida bisa terilustrasikan setidaknya dari apa yang dikutip dekan
saya itu: “Untuk memahami hukum, kita harus memasukinya sekaligus berada di
luarnya.”
Paradoks. Dan membikin
kepala pusing. Apa maksudnya? Bagaimana bisa berada di dalam sekaligus berada
di luar hukum? Sebagai gambaran: itulah cara berkenalan dengan Derrida. Kita
seperti terperosok ke tengah-tengah labirin rahasia bawah tanah. Tersekap di
sana tapi sekaligus tidak bisa menolak sensasi kenikmatan rasa penasaran yang
terus menerus menagih sebagai hasutan intelektual di benak kita.
Derrida lantas menerbitkan
buku bertajuk On Grammatology. Grammatologi
adalah neologisme yang sengaja diciptakan oleh Derrida untuk mengganti
terminology semiology. Jacques Derrida memang gemar membuat
neologisme-neologisme tersendiri yang barangkali karena itulah kita kerap
dibikin bingung setiap menelusuri jejak-jejak pemikirannya.
Salah satu neologisme
tersohor yang ia ciptakan adalah “differ(a)nce”
dengan tanda igrek di atas “e”. Kosa kata ini digunakan untuk menggantikan kosa
kata lama yang menurutnya terlanjur usang atau tidak lagi memadai untuk kiwari.
Selintas kata differ(a)nce mirip
dengan kata difference yang artinya
“perbedaan”, namun differ(a)nce lebih
dari sekadar perbedaan yang menunjukan ketidaksamaan dua hal. Lebih dari itu, differ(a)nce juga menunjuk pada kata
“penundaan” yang tidak memungkinkan sesuatu hadir. Pengertian ganda ini dipicu
oleh ambibalensi huruf a dalam differ(a)nce,
yang memiliki dua makna tersebut dalam satu kata. Penggantian huruf e
dengan a pada kata differ(a)nce, menurut
Derrida merupakan strategi tekstual untuk menunjukkan watak ambigu bahasa.
Dengan demikian, bahasa
begitu arbitrer; teramat taksa. Saking penuh ketaksaan, Derrida akhirnya menggunakan
celah-celah sempit untuk menyisipkan neologismenya tersendiri agar keterbatasan
bahasa itu bisa diterabas. Teks, dengan demikian, tak lebih daripada lapangan
bermain bagi filsuf Perancis tersebut.
0 Komentar