Hopper. two-comedians.jpg!PinterestSmall

#ulasan Kelas Isolasi ronde ke-194

Ketika membikin avatar di dalam gim, apakah avatar itu dan kita adalah entitas yang sama atau berbeda? Ini masalah filosofis gim MMORPG pada umumnya. Ketika membuat avatar, seakan ada penyatuan identitas antara avatar yang kita bikin dan diri sendiri. Atau pemain yang berdarah dan daging merasa hidup dalam identitas fiksional yang ia bentuk lewat avatar itu?

 

Setiap avatar dalam gim bisa kita lihat sebagai alter ego sang pemain, adalah perwujudan dari kepribadian seseorang. Kita bisa meihat avatar sebagai alter ego demi pemenuhan diri semata, bahwa avatar dalam dunia gim adalah representasi kepribadian kita dari dunia nyata, yang menciptakan perasaan seoalah kita menjadi diri sendiri dalam wujud berbeda di dunia virtual, sesuatu yang tak mungkin terjadi dalam kenyataan yang deterministik.

 

Problem utama alter ego sebagai pemenuhan diri adalah pemain pun mengalami kerancuan akan otonomi dan otentisitasnya karena merasa “diri”-nya dan avatar adalah satu kesatuan.

 

Alter ego dalam hal ini juga bisa menjadi pemenuhan akan keinginan yang tak tercapai di dunia nyata. Bagi seorang waria yang terisolasi dari dunia nyata, ia bahkan bisa membikin avatar sesangkan yang ia maui. Sebagaimana mimpi dalam perspektif Freudian, yang bisa bekerja sebagai pemenuhan keinginan-keinginan yang tak terwujud dalam dunia nyata.

Sekali lagi masalah ke-aku-an meruak: muncul keterpecahan identitas mengenai “diri” yang tak lagi valid karena dirinya dalam dunia gim hanyalah ekstensi dari “diri” ideal yang tak bisa ia raih dalam kenyataan.

 

Avatar sebagai alter ego yang bertujuan (sadar atau tak sadar) sebagai pemenuhan diri juga bisa mengarah ke delusi-delusi ideal yang menganggap avatar itu sebagai dirinya dalam versi terbaik, bahkan merasa avatar itu adalah dirinya sendiri dengan delusional yang nikmat.

 

Perkara identitas dalam dikotomi avatar dan pemain gim ini bisa kita identifikasi dengan kebijaksanaan filosofis lama, ambillah Parmenides, filsuf Pra-Sokratik yang bicara mengenai aksioma prinsip identitas, bahwa A=A, dan Anon-A. Karena pemain adalah pemain dan avatar bukanlah pemain, maka pemain gim bukanlah avatarnya sendiri.

 

Pendapat lain bisa kita pinjam dari David Hume, yang mana identitas “aku” tidak berdiri sendiri, “aku” selalu merupakan bentukan dari kenyataan di lingkungan empirisnya. Maka pemain bukanlah avatar, pemain hanyalah seseorang di depan layar yang memanipulasi avatar lewat gamepad atau joystick atau keyboard, dll dll … avatar hanya kontruksi keinginan kita sesuai preferensi personal yang dipengaruhi lingkungan kita, dan kita tidak hidup dalam dunia virtual. Avatarlah yang ada di dunia virtual, vice versa, kita tidak hidup dalam dunia virtual.

 

Namun tidak bisa juga diingkari kalau gim virtual punya konsekuensi terhadap diri secara personal bahkan sosial. Semisal permainan jelek saya ketika main Mobile Legend, bisa berdampak pada teman-teman satu tim yang membully saya habis-habisan sehingga saya merasa terluka, merasa direndahkan, dan luka emosional lain yang tercemar oleh rasa rendah diri yang bisa berlarut-larut bahkan berhari-hari lamanya.

 

Secara kapitalistik, strategi desain avatar yang penuh opsi yang menyediakan cara agar kita bisa mewujudkan avatar terbaik sesuai dengan kehendak alter ego bisa melahirkan perasaan sense of belonging, yang barangkali menjadi strategi developer agar kita bisa merasakan perasaan imersif, perasaan seolah-olah dunia virtual mendekati dunia nyata kita.

 

Bagaimanapun, bila tidak bisa disebut sebagai eskapisme, avatar dalam gim merupakan representasi dari apa yang kita tak peroleh dari dunia nyata, Karena itulah MMORPG dibikin sedemikian rupa menyerupai dunia nyata.