Stern, Austin_IMAGE5_Daydreamer_13_Resized_0


(ulasan Kelas Isolasi ronde-195) 


Ketika kehidupan biasa membuat upaya mewujudkan tujuan sebagai kesenangan, gim malah menawarkan sarana yang menyenangkan untuk meraih tujuan yang menyenangkan.

 

Dalam hal tertentu, video gim merupakan eskapisme terhadap hidup yang taka tau belum punya arah. Kenikmatan gim muncul karena keadaan serba pra-deterministik, segala arah dan tujuan sudah ditentukan oleh developer.

 

Tatkala kehidupan disesaki ketidakpastian yang terpaksa membuat kita menyesuaikan diri, gim justru menawarkan norma dan kepastian-kepastian yang membuat kita merasa punya kendali atas diri.

 

“Bermain gim adalah secara sukarela menghadapi rintangan-rintangan yang sebenarnya tak perlu,” ujar Nguyen. Ada pelbagai alasan dan tujuan seseorang memainkan video gim, bisa karena mengurangi stress, sekadar mendapat pengakuan karena menang Winning Eleven misalnya, bisa seserius latihan untuk menang kompetisi E-Sports, atau hanya untuk mengisi waktu luang saja.

 

Nguyen pun membagi gim menjadi dua jenis: Pertama, achievement play, yang bertujuan untuk meraih pencapaian tertentu entah itu martabat, uang, atau pengakuan. Sebutlah seperti poker untuk mendapat uang, atau olimpiade yang mencari piala.

 

Kedua, striving play yang bertujuan untuk bersenang-senang saja. Kalah ato menang bukan persoalan, yang terpenting adalah aspek kesenangan (playfulness) di dalamnya. Saya mengalami ini ketika main Mobile Legend hanya agar bisa beraktivitas bareng dengan tongkrongan. Kalah menang tidak menjadi persoalan, yang penting saya tidak diasingkan tongkrongan.

 

Nguyen juga menyebut ada kategori stupid game, yakni gim yang menyenangkan ketika kita mengejar kemenangan, tapi justru lebih ser uketika kalah. Rata-rata gim tujuhbelasan Agustus seperti ini. Orang-orang yang ikut lomba balap karung tentu mengejar kemenangan, tapi terpelanting dan tersungkur karena karung sialan itu juga menyenangkan bagi pemain maupun penonton.

 

Gim bahkan punya sifat estetis, ia bisa disebut seni karena ada harmoni antara kemampuan diri dan tantangan, kemampuan praktis dan hambatan dalam dunia gim. Tentu saja “seni” di sini punya konteks yang lebih luas dari filsafat estetika, yakni pengalaman personal yang mendalam yang bahkan bisa mencapai kepuasaan batin dari kepraktisan yang dilakukan oleh pemain gim. Gim, oleh Nguyen, adalah kristalisasi praktikalitas.

 

Barangkali yang masih samar-samar dari filsafat video gim Nguyen adalah penjelasannya soal agensi. Agensi adalah sesuatu yang melibatkan tindakan disengaja, yang tidak jelas di sini, ialah tindakan sadar atas dasar apa? Ada yang tidak rinci dari penjelasannya. Akan tetapi kehadiran agensi itu tetap ada dalam gim. Semisal saya bisa mengalami sensasi menjadi seorang petani lewat gim Harvest Moon di mana saya menjadi agensi yang bisa melakukan tindakan sadar untuk menanam ubi, membeli bibit di pasar, atau berpacaran dengan Karen di bar. Agensi ini membuat saya bisa memanipulasi karakter saya menggerapai.

 

Sebagai salah satu upaya eskapis dari kenyataan di luar dunia virtual, gim tak bisa dilepaskan dari artifisialitas. Gim menjadi tempat mengungsi dari realitas yang kejam dan tidak peduli kita maunya apa. Karena dunia sudah permanen dengan keajegannya serta kita tidak ada pilihan lain selain beradaptasi dalam kehidupan yang disesaki norma itu, kita pun mengungsi ke dunia gim yang penuh artifisialitas.

 

Justru di sanalah video gim menadi sangat berbahaya. “Gim mengancam kita dengan fantasi tentang kejernihan moralitas,” ujar Nguyen. Dalam dunia artifisialitas ini kita bisa meloncat setinggi gunung, kita bisa menghilang, bisa meloncat dari satu pucuk gedung ke pucuk gedung lain, bisa mengeluarkan bola api, dan banyak kemampuan super lain yang mustahil ada di dunia nyata kecuali dalam mukjizat di kitab suci agama (itupun kalau mukjizat itu harfiah dan ada saksi empiris mengenai berubahnya tongkat menjadi seekor ular).

 

Masalah dari bahaya-bahaya ini kemudian menjelma ketika kemelekatan dengan video gim merambah ke dunia nyata, bisa terjadi simplifikasi kehidupan nyata seolah-olah dunia bisa dihitung dengan poin-poin. Gamifikasi kehidupan nyata ini terjadi misal di lingkungan perusahaan di mana atas membuat poin-poin untuk karyawannya, pada akhir bulan kemudian diberi penghargaan berupa “employee of the month” (karyawan terbaik bulan ini). Meskipun seorang psikolog, Mark Rober, mungkin tidak akan bersepekat dengan gamifikasi dan simplifikasi kehidupan nyata yang berbahaya ini. Mark Rober membicarakan “Super Mario Bros Effect”, di mana secara psikologis kita akan lebih mudah menjalani kehidupan bila melihat dunia sebagai permainan. “Fokuslah pada putri [seperti dalam gim Super Mario Bros] dan menghindari jurang, anggap setiap masalah adalah satu level dan lewati satu persatu seolah-olah lagi bermain,” ujar Mark Rober, yang saya coba parafrasekan dari TED Talks.

 

Aku sepakat kalau gamifikasi ini berbahaya bila dunia gim kian lama kian lebih nyata dari kenayataan dan hidup kian lama kian terasa seperti permainan. Ketika keranjingan main Final Fantasy pada zaman PS2, aku senang berfantasi, bahkan berharap, kalau hari Seninku buruk aku dapat me-load kembali memory card supaya aku bisa memulai ulang hari Seninku agar jadi lebih baik.

 

Bagaimanapun, gim punya dualitas. Ada bagian yang fiksional, semisal aku menang ketika melawan musuh di Mobile Legend. Meskipun menang di dunia fiksi, tapi perasaan menang itu nyata adanya. Sebagaimana mimpi, dikejar hantu memang tidak nyata, tapi perasaan kocar-kacirnya terasa sangat nyata. Agensi kita sebagai seorang pemain membuat kita bisa kuyu sampai frustrasi ketika karakter kita kalah dan bisa bahagia sampai setengah mati kalau karakter kita menang. Pengalaman ini, disebut sebagai pengalaman imersif.

 

Bahkan kalah main zuma sekalipun, bisa memberi perasaan imersif tersendiri bagi PNS (Pegawai Nakal Sekali).

 

Dalam diskusi tentang video gim dan dunia nyata ini, ada yang bertanya mengenai imersifitas, suatu istilah yang diciptakan para jurnalis dan pengulas gim, yang berarti seoalh dunia dalam gim hadir secara nyata, secara fisik, dan pengalaman emosional di dalamnya terasa bisa lebih kuat dari keterlibatan emosional kita di dunia nyata. Dengan gim, maka seorang pemain bisa menghadirkan dirinya ke dunia virtual dengan sepenuh-penuhnya. Imersifitas ini hadir ketika ada pengalaman naratif yang membuat secara psikologis ada keterpautan emosional yang intim antara kita dan karakter-karakter dalam video gim.

 

Lantas bagaimana dengan cheat dalam dunia gim? Seumpama Game Shark dalam dunia Playstation? Bisakah itu dibenarkan? Dalam hal ini harus diakui kalau esensi gim adalah rintangan yang menyulitkan kita untuk mencapai tujuan, dan cheat atau tindakan curang juga punya tujuan tertentu, misal dalam gim SIM, seseorang perlu cheat agar uangnya banyak dengan tujuan cepat bikin rumah. Sayang sekali cheat ini gak ada buat generasi milenial yang masuk umur 30-an.

 

Cheat ini sendiri juga bertujuan untuk mengalahkan tujuan agensi dalam gim. Pada dasarnya gim itu mesti menyenangkan, harus ada elemen playfulness, namun kalau gim tak menyenangkan justru di situlah cheat punya peluang untuk dinikmati. Ini mesti menjadi refleksi tersendiri bagi seorang pengembang gim untuk menimbang kenapa sih gim yang mereka bikin tidak menyenangkan. Evaluasi ini penting juga, agar pemain gim lebih menikmati main gimnya ketimbang mencari-cari cara untuk cheating atau selingkuh dengan aturan main.

 

Hal menarik lain dari gim adalah karena ada kegagalan di sana. Karena ada kegagalan, justru di situ ada kesenangan, ada pacuan adrenalin yang buru memburu di darah. Inilah paradoks gim: kita benci gagal, tapi kita suka main gim justru karena ada kegagalan yang bisa saja terjadi kepada kita. Menurutku, paradoks ini bisa menjelaskan kenapa aku lebih suka One Piece ketimbang One Punch Man: karakter utama One Piece sering gagal berkali-kali, tapi si botak di One Punch Man sampai saat ini—kalau aku tidak salah—gak pernah kalah sama sekali.

 

Pada akhirnya, Nguyen membela orang-orang yang tak mengejar pencapaian entah uang atau martabat dalam dunia gim atau permainan nyata, ia membela orang-orang yang hanya ingin bersenang-senang kendati pada akhirnya menerima kekalahan dengan tulus dan riang gembira. Filosofi gim Nguyen dalam strived gim mendekonstruksi kesenangan dari tujuan gim itu ke kesenangan akan sarana, cara, atau metode untuk memainkan gim.