Pondasi Langit _ Febri Antoni

 


Ada perbedaan jelas antara pimpinan dan pemimpin. Yang pertama adalah kata benda, yang menempati pucuk tertinggi di struktur organisasi. Sedangkan pemimpin adalah kata sifat, yang mampu memberikan keteladan kepada sebanyak-banyaknya orang.

 

Dua itu hal yang berbeda. Aku pun tiba-tiba ingat dengan masa-masa masih berorganisasi dulu. Di ruang diskusi, seringkali tema soal kepemimpinan disinggung. Itu topik paling bikin malas, karena isinya sebenarnya hanya doktrin, doktrin, dan doktrin. Bagiku kepemimpinan bukan diterangkan dalam ruang diskusi, tapi dalam laku dan aksi; Kepemimpinan bukan dijelaskan dengan kata-kata, tapi laku, tindakan, dan keteladanan.

 

Lalu aku ketemu buku berjudul “Leader Eat Last”, ditulis Simon Senek. Ini penulis yang dari dulu bikin penasaran, ia penulis salah satu buku bagus, Start With Why. Membaca buku Leader Eat Last, membukakan mata, bahwa kepemimpinan ternyata enak juga diobrolkan.

 

Buku ini punya storytelling yang bagus, dan lebih menarik lagi, Simon Senek pakai pendekatan neurosains yang bagus ketika menjelaskan kepemimpinan.

 

Oh ia, kalau kata seniorku pemimpin adalah keteladanan, Simon Senek punya definisi lebih lengkap: “Jika tindakan Anda mengilhami orang lain untuk lebih banyak bermimpi, lebih banyak belajar, dan lebih banyak berbuat, maka Anda adalah pemimpin.”

 

Kepemimpinan itu bukan soal pangkat dan jabatan. Kepemiminan itu softskill berupa kejujuran, integritas, dan tanggung jawab.

 

Dan sebagai pemimpin yang baik, kita mesti bisa membuat lingkaran keselamatan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menawarkan rasa aman bukan menebarkan ketakutan dan ketidakpastian. Dalam lingkaran keselamatan, semua anggota tim bisa merasa aman, merasa diperhatikan, dan dihargai oleh atas mereka.

 

Pemimpin mesti menciptakan lingkaran keselamatan. Kalau lingkaran keselamatan bisa kuat, maka kultur yang terbangun pun akan sehat.

 

Sebab dalam tim atau kelompok yang kulturnya lemah, maka anggota kelompok hanya akan peduli pada kepentingan pribadi. Dalam kultur yang lemah, para anggota akan gotong royong untuk mengembangkan kepentingan kelompok.

 

Dalam kultur yang kuat dan budaya yang sehat, semua anggota tim akan mencintai tim mereka. Kalau Anda punya perusahaan atau jualan, para pelanggan enggak akan pernah mencintai perusahaan Anda sebelum para karyawan mencintai perusahaan lebih dulu. Pemimpin yang baik adalah yang bisa membuat semua orang dengan isi kepala berbeda-beda merasa punya satu hati yang sama dalam suatu union. Sedangkan kepemimpinan yang buruk membuat kelompoknya menjadi repih.

 

Ada satu kisah dalam buku ini, suatu hari sebuah restoran diserang oleh perampok. Uniknya, alih-alih menyelamatkan diri masing-masing, para pelayan restoran justru melindungi para pelanggan. Tindakan dari para pelayan ini terilhami dari pola organisasi internal restoran tersebut. Karena itu pemimpin mesti memperkuat diri secara internal, sebelum bisa kuat secara eksternal.

 

Rahmatan Lil Alamin Berbasis Neurosains

 

Yang menarik dari buku ini, adalah pendekatan neuorsains di dalamnya. Simon Senek menjelaskan kepemimpinan dengan membawa-bawa evolusi serta konfigurasi hormonal kita.

 

Jadi ada 4 hormon yang mengkonfigurasi kebahagiaan. Ada endorphin, dopamine, serotonin, dan oxitosin. Kita bisa singkat dengan EDSO. Singkatnya begini:

 

Endorfin: hormone yang menyamarkan rasa sakit. Contohnya tertawa ketika nonton stand up comedy.

Dopamin: Kepuasan setelah memenuhi suatu tujuan. Contoh ada orang yang tujuannya pengin lari 1 kilo. Ketika tercapai, ada semburan dopamine yang bikin bahagia.

Serotonin: bahagia karena status sosial tinggi, berada pada hierarki yang tinggi, serta merasa superior. Contoh, ada orang yang memajang sertifikat lulus atau foto wisuda.

Oksitosin: bahagia dalam konteks kekeluargaan atau sosial. Contohnya kebahagiaan yang kita peroleh ketika bersedekah kepada orang. Tidak hanya ketika menolong orang, kebahagiaan ini juga dipicu ketika kita melihat orang lain menolong orang asing. Semisal dalam konten social experiment di media sosial, melihat orang lain saling menolong membuat kita lebih bahagia.

 

Hormon serotonin dan hormone oksitosin adalah penggerak utama seseorang pengin penjadi pemimpin.

 

Serotonin membuat seseorang ingin menjadi pemimpin karena menjadi pemimpin artinya mendapat status sosial yang lebih tinggi, yang lebih superior dari orang lain. Pemimpin yang didorong oleh perasaan ini kemudian disebut oleh pemimpin alfa.

 

Contohnya bisa kita lihat pada dunia hewan. Ada gorilla alfa atau singa alfa yang diangkat sebagai pemimpin oleh kawanannya. Ketika diangkat sebagai pemimpin, maka kelangsungan hidup gorilla alfa atau singa alfa ini dipertahankan mati-matian oleh anggotanya. Setidaknya ketika pemimpin alfa ini mati, gen-gennya masih bisa mengalir ke generasi selanjutnya. Diharapkan gen-gen dari pemimpin alfa ini bisa melahirkan pemimpin alfa yang baru.

 

Ini yang menjelaskan dalam dunia manusia ada dinasti politik atau monarki. Ketika satu raja atau pemimpin mati, masyarakat masih merasa aman karena gen raja atau pemimpin tersebut dilanjutkan kepada anak yang akan jadi raja selanjutnya.