Ada perbedaan jelas antara pimpinan
dan pemimpin. Yang pertama adalah kata benda, yang menempati pucuk tertinggi di
struktur organisasi. Sedangkan pemimpin adalah kata sifat, yang mampu
memberikan keteladan kepada sebanyak-banyaknya orang.
Dua itu hal yang berbeda. Aku pun
tiba-tiba ingat dengan masa-masa masih berorganisasi dulu. Di ruang diskusi,
seringkali tema soal kepemimpinan disinggung. Itu topik paling bikin malas,
karena isinya sebenarnya hanya doktrin, doktrin, dan doktrin. Bagiku
kepemimpinan bukan diterangkan dalam ruang diskusi, tapi dalam laku dan aksi;
Kepemimpinan bukan dijelaskan dengan kata-kata, tapi laku, tindakan, dan
keteladanan.
Lalu aku ketemu buku berjudul
“Leader Eat Last”, ditulis Simon Senek. Ini penulis yang dari dulu bikin
penasaran, ia penulis salah satu buku bagus, Start With Why. Membaca buku
Leader Eat Last, membukakan mata, bahwa kepemimpinan ternyata enak juga
diobrolkan.
Buku ini punya storytelling yang
bagus, dan lebih menarik lagi, Simon Senek pakai pendekatan neurosains yang
bagus ketika menjelaskan kepemimpinan.
Oh ia, kalau kata seniorku pemimpin
adalah keteladanan, Simon Senek punya definisi lebih lengkap: “Jika tindakan
Anda mengilhami orang lain untuk lebih banyak bermimpi, lebih banyak belajar,
dan lebih banyak berbuat, maka Anda adalah pemimpin.”
Kepemimpinan itu bukan soal pangkat
dan jabatan. Kepemiminan itu softskill berupa kejujuran, integritas, dan
tanggung jawab.
Dan sebagai pemimpin yang baik,
kita mesti bisa membuat lingkaran keselamatan. Pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang bisa menawarkan rasa aman bukan menebarkan ketakutan dan
ketidakpastian. Dalam lingkaran keselamatan, semua anggota tim bisa merasa
aman, merasa diperhatikan, dan dihargai oleh atas mereka.
Pemimpin mesti menciptakan
lingkaran keselamatan. Kalau lingkaran keselamatan bisa kuat, maka kultur yang
terbangun pun akan sehat.
Sebab dalam tim atau kelompok yang
kulturnya lemah, maka anggota kelompok hanya akan peduli pada kepentingan
pribadi. Dalam kultur yang lemah, para anggota akan gotong royong untuk
mengembangkan kepentingan kelompok.
Dalam kultur yang kuat dan budaya
yang sehat, semua anggota tim akan mencintai tim mereka. Kalau Anda punya
perusahaan atau jualan, para pelanggan enggak akan pernah mencintai perusahaan
Anda sebelum para karyawan mencintai perusahaan lebih dulu. Pemimpin yang baik
adalah yang bisa membuat semua orang dengan isi kepala berbeda-beda merasa
punya satu hati yang sama dalam suatu union. Sedangkan kepemimpinan yang buruk
membuat kelompoknya menjadi repih.
Ada satu kisah dalam buku ini,
suatu hari sebuah restoran diserang oleh perampok. Uniknya, alih-alih
menyelamatkan diri masing-masing, para pelayan restoran justru melindungi para
pelanggan. Tindakan dari para pelayan ini terilhami dari pola organisasi
internal restoran tersebut. Karena itu pemimpin mesti memperkuat diri secara
internal, sebelum bisa kuat secara eksternal.
Rahmatan Lil Alamin Berbasis Neurosains
Yang menarik dari buku ini, adalah
pendekatan neuorsains di dalamnya. Simon Senek menjelaskan kepemimpinan dengan
membawa-bawa evolusi serta konfigurasi hormonal kita.
Jadi ada 4 hormon yang
mengkonfigurasi kebahagiaan. Ada endorphin, dopamine, serotonin, dan oxitosin.
Kita bisa singkat dengan EDSO. Singkatnya begini:
Endorfin: hormone yang menyamarkan
rasa sakit. Contohnya tertawa ketika nonton stand up comedy.
Dopamin: Kepuasan setelah memenuhi
suatu tujuan. Contoh ada orang yang tujuannya pengin lari 1 kilo. Ketika
tercapai, ada semburan dopamine yang bikin bahagia.
Serotonin: bahagia karena status
sosial tinggi, berada pada hierarki yang tinggi, serta merasa superior. Contoh,
ada orang yang memajang sertifikat lulus atau foto wisuda.
Oksitosin: bahagia dalam konteks
kekeluargaan atau sosial. Contohnya kebahagiaan yang kita peroleh ketika
bersedekah kepada orang. Tidak hanya ketika menolong orang, kebahagiaan ini
juga dipicu ketika kita melihat orang lain menolong orang asing. Semisal dalam
konten social experiment di media sosial, melihat orang lain saling menolong
membuat kita lebih bahagia.
Hormon serotonin dan hormone
oksitosin adalah penggerak utama seseorang pengin penjadi pemimpin.
Serotonin membuat seseorang ingin
menjadi pemimpin karena menjadi pemimpin artinya mendapat status sosial yang
lebih tinggi, yang lebih superior dari orang lain. Pemimpin yang didorong oleh
perasaan ini kemudian disebut oleh pemimpin alfa.
Contohnya bisa kita lihat pada
dunia hewan. Ada gorilla alfa atau singa alfa yang diangkat sebagai pemimpin
oleh kawanannya. Ketika diangkat sebagai pemimpin, maka kelangsungan hidup gorilla
alfa atau singa alfa ini dipertahankan mati-matian oleh anggotanya. Setidaknya
ketika pemimpin alfa ini mati, gen-gennya masih bisa mengalir ke generasi
selanjutnya. Diharapkan gen-gen dari pemimpin alfa ini bisa melahirkan pemimpin
alfa yang baru.
Ini yang menjelaskan dalam dunia
manusia ada dinasti politik atau monarki. Ketika satu raja atau pemimpin mati,
masyarakat masih merasa aman karena gen raja atau pemimpin tersebut dilanjutkan
kepada anak yang akan jadi raja selanjutnya.
0 Komentar