Hopper, girl-at-a-sewing-machine.jpg!PinterestSmall


“Cinta tak selamanya indah, Fajar,” ujar seseorang pada Fajar.

 

“Biar tidak selamanya indah tapi setidaknya saya punya perjuangan dihargai,” sahut Fajar langsung merengut dan menutup muka karena mata sudah berkaca-kaca.

 

Apa yang dialami Fajar Sadboy, adalah menanggung luka penolakan. Dalam buku Pertolongan Pertama Patah Hati, penolakan adalah luka pertama yang paling menyakitkan. Sesederhana kau memanggil orang tapi orang itu tak menyahut, atau ketika mengulurkan tangan untuk berjabat tapi diabaikan, atau ketika mengirim pesan kepada seseorang dan hanya dua centang biru sampai seminggu.

 

Luka penolakan adalah luka yang serius, dan genetika kita sudah menyimpan memori penolakan sebagai tanda bahaya. Nenek moyang kita adalah makhluk sosial, yang tak bisa hidup tanpa suku atau kelompok. Dengan bergabung bersama kelompok, maka leluhur bakal mendapat akses ke makanan, perlindungan, pasangan, dan rasa aman. Terhubung secara sosial dengan orang lain membuat kita merasa aman dalam upaya bertahan hidup di hutan rimba. Terlebih kehidupan berkelompok membuat leluhur kita bisa lebih mungkin selamat bahkan bisa melawan balik serangan predator.

 

Sedangkan diasingkan dan ditolak dari kelompok pada zaman dulu sudah setara dengan hukuman mati. Diasingkan artinya hidup sendiri, sehingga lebih mungkin mati diterkam predator.

 

Hukum alam benar-benar berlaku pada masa lalu: yang kuat akan hidup, yang lemah akan mati. Semakin banyak anggota suku kamu, semakin kamu kuat bertahan hidup. Semakin sendirian kamu, semakin mungkin kamu mati. Sepuluh orang berhadapan dengan seekor singa, cukup bilang allahumma bariklana, selesai itu, singanya dimakan. Kalo satu orang, berhadapan dengan seekor singa, singanya yang allahuma bariklana itu, singanya yang makan.

 

Memori genetik itu tersimpan dalam tubuhku dan tubuhmu. Sejak dari DNA, kita adalah makhluk yang ingin diterima oleh masyarakat dan selalu berusaha menolak penolakan. Meskipun hutan rimba sudah berganti dengan gedung-gedung besi mentereng, predator bisa diburu oleh satu orang dengan satu senapan, keberlangsungan hidup lebih terjamin, tapi luka penolakan masih bekerja karena langsung menginfeksi keberlangsungan psikologis dan kejiwaan kita.

 

Luka penolakan mempengaruhi dimensi mental, ia bisa membuat IQ seseorang turun, gangguan pada ingatan jangka pendek, serta gangguan pada sistem pengambilan keputusan kita. Lebih buruk lagi, penolakan bisa membimbing seseorang lebih agresif. Seorang pria akan memecahkan piring atau memukul tembok atau merongseng secara sporadic ketika diberi silent treatment dari pacar atau istrinya. Kalaupun kekerasan itu tidak bersifat fisik, ia akan menjelma jadi kekerasan verbal.

 

Ini kisah nyata, dari temanku. Ia jadi korban silent treatment istrinya selama 2 bulan. Sebutlah Bambang. Bambang ini hidupnya penuh perjuangan. Dia pernah dikejar debt collector selama satu tahun 6 bulan gara-gara Binomo. Tapi didiemin sama istri selama 2 bulan jauh lebih sakit ketimbang dikejar lintah darat setahun 6 bulan. Sumpah kejadian nyata ini. Istri Bambang masih melakukan kewajiban sebagai istri, pagi-pagi diberi secangkir kopi dan sepiring sarapan. Pulang kerja pun begitu, secangkir kopi dan sepiring nasi. Mereka duduk satu meja yang sama, duduk di sofa yang sama, tidur di ranjang yang sama tapi istri Bambang gak bicara apa-apa, ditanya diam seribu bahasa. Gara-gara silent treatment ini, si Bambang, tiap minggu mecahin 2 piring 1 gelas, untuk melampiaskan agresi karena luka penolakan. Sebulan pecah 8 piring 4 gelas. Bulan kedua, bangun pagi sebelum kerja sudah gak ada secangkir kopi dan sepiring nasi, pecah semua. Ini bukti bahwa luka penolakan bukan saja membuat orang lebih agresif, tapi juga lebih goblok.

 

Sedangkan penolakan yang terjadi secara terus menerus akan melukai hal paling berharga bagi manusia: martabat dan rasa percya diri, membuat kamu bahkan menjadi perundung dirimu sendiri. Kalimat-kalimat seperti “kau tidak layak!”, “tidak ada yang mau berteman denganmu”, “tak ada yang mencintaimu di dunia”, dan sebagainya lantas mengacak-acak kepalamu tanpa ampun.

 

Dalam Pertolongan Pertama Patah Hati, cara mengurangi luka penolakan. adalah membikin kontra argument terhadap kalimat-kalimat perundungan itu. Latihan yang bisa kita lakukan adalah menulis jurnal, serta membuat argument yang mendebat kalimat negatif terhadap diri sendiri.

 

Kelaparan sosial pun tak terhindari. Ada satu film yang sangat baik sebagai ilustrasi, Cast Away. Ketika Tom Hanks, pemeran utama film itu, terjebak sendiri selama 4 tahun di suatu pulau, ia mengalami penderitaan hebat karena hidup sendirian. Kelaparan sosial itu ia atasi dengan menamai satu bola voli dengan nama Wilson. Ilusi bahwa bola voli itu adalah teman, merupakan cemilan sosial untuk mengisi kelaparan sosial Tom Hanks.

 

Riset memberi kita petunjuk mengenai cemilan sosial terbaik, yakni foto tercinta. Entah foto keluarga, foto pacar, foto anak, atau foto sahabat dekat. Ada eksperimen soal ini. Dua responden diberikan dua tugas berbeda. Responden pertama bertugas menaruh foto istrinya di meja kerja, sedangkan responden ketua tugasnya menaruh foto artis favoritnya, kebetulan artis favoritnya Aldi Taher, di meja kerja. Setelah berminggu-minggu, penelitian menunjukkan bahwa orang yang meletakkan foto artis jauh lebih kesepian dan luka penolakan menjadi lebih kuat.

 

Dari riset itu kamu bisa belajar, kapanpun hendak kencan, atau sekadar melamar kerja, bawalah foto orang tercinta. Kalau tidak ada pacar, tidak ada foto keluarga, tidak ada foto sahabat, saran terbaik mending bawa bola voli.

 

Kata kunci penting mengenai penolakan adalah desensitisasi. Ketika seseorang semakin terpapar dengan penolakan, seperti SPG, sales, atau punya otot emosi kuat untuk segera bangkit dari luka penolakan, maka semakin ia tangguh ketika ditolak dunia. “Apa yang tak bisa membunuhmu akan membuatmu jauh lebih tangguh,” ujar Nietszche, sebuah penjelasan heroik untuk istilah desensitisasi.

 

Apa yang terjadi pada Fajar Sadboy, adalah apa yang pernah terjaid kepada kita semua.

 

Di samping penolakan, ada 5 infeksi hati lain yang perlu kita antisipasi: kesepian, trauma, rasa bersalah, kegagalan, dan rasa rendah diri.

 

Mari mulai dengan kesepian, pandemic mental yang tak pandang bulu sama sekali. Kesepian menyerang tanpa peduli gender, usia, dan profesi. Semakin kesepian seseorang, semakin tinggi risiko kena serangan jantung. Riset mengatakan seorang yang kesepian setara dengan merokok 15 batang sehari. Kita akan dapati risiko-risiko penyakti gegara merokok sama persis dengan kesepian. Kalau kamu bukan perokok tapi suka memelihara kesepian, kau tak berbeda dengan perokok aktif.

 

Karen Dolva menyebut kesepian sebagai pandemi psikologis. Metafora itu tidak keliru, sebab kesepian memang bisa menular seperti taun. Bagaimana cara mengatasinya? Sederhana. Beranikan diri untuk menghubungi teman terdekat, lalu habiskan waktu bersama meskipun menjemukan. Lalu kamu akan menyadari bahwa semua orang butuh orang lain, sebagaimana orang lain juga butuh bersandar kepadamu.

 

Infeksi hati ketiga, adalah trauma. Ini adalah hama mental yang mesti segera diatasi. Beberapa cara adalah dengan memberi penghargaan besar terhadap hubungan sosial yang sedang kamu jalani, menumbuhkan perasaan untuk mencapai suatu tujuan (sense of purpose), serta meningkatkan kepuasan hidup. Metode ini sangat baik untuk menumbuhkan pertumbuhan pasca trauma (post-traumatic growth).

 

Selanjutnya rasa bersalah. Tidak semua rasa bersalah negatif. Ada juga yang konstruktif. Rasa bersalah bisa membuat kita melunak serta berdamai dengan masalah. Semisal rasa bersalah karena lupa ulang tahun pacar bisa membuat kita lebih memberi arti penting untuk tahun-tahun yang akan datang.

 

Sisi buruk rasa bersalah adalah membuat kamu melarikan diri dari orang yang kamu sakiti. Eskapisme ini terjadi karena kesalahanmu tidak kamu tebus, atau tak segera mereparasi hubungan sosial, atau tidak memberi utang “maaf” kepada orang yang kamu sakiti.

 

Dan seperti ular yang melahap ekornya sendiri, rasa bersalah akan semakin besar ketika kita ketemu dengan orang yang kita sakiti. Karena itu banyak orang yang memilih melarikan diri. Sayangnya, lari dari orang yang kita sakiti sama sekali tidak menyembuhkan hati—justru hanya menambah garam pada luka.

 

Butuh keberanian untuk seseorang mengumpulkan maaf dari orang yang ia sakiti. Meskipun sebenarnya, kata “maaf” saja tidak cukup. Selama ini para psikolog lebih sibuk membicarakan kapan waktu paling tepat mengucapkan maaf, tapi sedikit sekali penelitian mengenai cara meminta maaf yang tepat. Rasa bersalah akhirnya tetap bergalur dalam batin, dan orang yang kita sakiti tidak benar-benar sembuh dari kelukur yang kita beri.

 

Agar rasa bersalah bisa sembuh, pertama, kamu perlu memberi pernyataan penyesalan yang spesifik atas apa yang terjadi. Dua, ucap kata “saya menyesal” dengan tegas dan sesungguh-sungguh mungkin. Tiga, memohon untuk dimaafkan. Empat, memvalidasi perasaan orang yang kamu sakiti. Terakhir, mengajukan penebusan.

 

Memvalidasi perasaan orang memang lebih mudah dibicarakan, tapi sulit dipraktikkan. Ini adalah latihan, latihan untuk membiarkan orang yang kamu sakiti menceritakan segalanya agar kamu tahu fakta yang mungkin tidak kamu tahu. Terlepas dari sepakat atau tidak sepakat, sampaikan pengertianmu tentang apa yang orang itu alami melalui perspektifnya. Akuilah bahwa emosi tersebut adalah hal wajar. Kemudian sampaikan empat dan penyesalan atas apa yang dialami orang yang kamu sakiti.

 

Setelah itu, ajukan cara menebus kesalahan. Semisal bila kamu lupa ulang tahun pacar, tebuslah degan memberi kalung atau kue atau sekadar surat atau candle light dinner.

 

Infeksi hati lain adalah kegagalan. Semua orang pernah dan masih dan akan gagal. Ini infeksi hati yang lazim. Kita tidak bisa memilih tidak gagal, tapi kita bisa mengontrol cara merespons kegagalan. Sebab kegagalan yang tidak ditangani dengan baik akan membuat kita melakukan generalisasi negatif, menganggap bahwa kita tidak becus melakukan segala hal, menganggap bahwa kita adalah orang yang selalu sial seumur hidup, dan banyak lagi.

 

Generalisasi negatif ini membikin harga diri kita merosot serta rasa malu berskala besar.

 

Begitupun dengan ketakutan akan kegagalan, ia akan menyengat mental dengan suatu kondisi yang disebut keterpakuan. Inilah alasan kenapa seorang penyanyi berbakat bisa tetiba sumbang pada detik-detik terakhir menyanyi, atau kenapa seorang pemain lato-lato professional bisa melakukan kesalahan pada detik terakhir sebuah kompetisi. Mereka terlalu terpaku dengan ketakutan akan gagal. Semakin takut kita gagal, semakin kita mengalami keterpakuan, dan semakin mungkin kita gagal.

 

Agar lebih bisa dimengerti, silakan ambil cangkir kopi lalu seduh dan bawa dari dapur ke ruang tamu. Perjalanan dari dapur ke ruang tamu akan sangat mulus. Selanjutnya, ambil cangkir kopi lalu seduh dan bawa dari dapur ke ruang tamu, bedanya, kali ini cobalah fokus pada isi cangkir agar tak tumpah, sebagian besar yang terpaku pada isi cangkir justru menumpahkan kopinya.

 

Baik kegagalan pun ketakutan akan kegagalan, semua orang butuh support system yang kuat serta simpati sebagai dukungan paling sehat agar tidak terjeblos pada dampak terburuk kegagalan. Cara lain mengentaskan kegagalan adalah menemukan sisi komedi dari tragedi yang menimpa kita. Stand Up Comedian adalah orang-orang yang bisa dengan mudah berdamai dengan kegagalan. Latihan mengisahkan kegagalan kita kepada orang lain adalah katarsis yang baik. Meski paradoksnya, kegagalan seorang comedian justru terjadi ketika ia gagal membuat orang lain tertawa ketika mendengarkan kegagalannya.

 

Cara lain untuk mengatasi kegagalan, keterpakuan, dan kegelisahan adalah dengan bersiul. Terdengar aneh, tapi silakan dicoba dan cek sendiri efektifitasnya.

 

Yang terakhir, adalah rasa rendah diri atau insecurity. Infeksi ini membuat kita merasa tidak aman, rasa percaya diri melendung, serta merasa tidak berdaya. Ketidakberdayaan bahkan membuat kita bisa melihat lelucon sederhana atau kekehan orang lain sebagai penghinaan dan olok-olokan.

 

Agar rasa rendah diri ini bisa disembuhkan, cukup ambil 2 kertas kosong. Pada lembaran pertama, catat minimal 10 pencapaian penting dalam hidup kamu. Sedangkan lembar kedua, tulis sifat-sifat negatif seperti dimarahi bos, merasa diri sebagai pecundang, dan sebagainya.

 

Setelah itu, ambil satu poin penting yang menurut kamu paling bernilai di lembar pertama, buat esai singkat minimal satu paragraf soal pencapaian itu. Segera setelah menulis esai, remas kertas kedua sampai menjadi bola, kemudian buang ke tempat sampah atau bakar sampai jadi abu. Besok, lakukan hal yang sama.

 

Beberapa solusi lain yang disarankan pakar, adalah memperbaiki postur tubuh yang bungkuk. Jordan Peterson pun dalam 12 Aturan Hidup mengatakan hal yang sama, semakin bungkuk postur tubuh, semakin rasa rendah diri menjadi tinggi. Hal sepele lain tapi mujarab adalah meremas handgrip setidaknya dua kali sehari serta belajar pakai tangan yang tak dominan (seumpama makan pakai tangan kiri atau gosok gigi dengan tangan kiri kalau tangan dominan kamu tangan kanan).